Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai perusahaan yang bergerak di sektor panas bumi, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), berperan dalam mendorong transisi menuju energi bersih.
Anak usaha PT Pertamina (Persero) ini turut mengambil bagian dalam pengelolaan 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) di tanah air. Angka ini setara 82% dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia dan beroperasi di enam area.
Saat ini, sebesar 672 megawatt (MW) dioperasikan oleh PGEO dan sebesar 1.205 MW dikelola melalui kontrak operasi bersama atau joint operation contract (JOC).
Baca Juga: Perusahaan Tambang Mineral Ini Akan IPO, Butuh Dana Bangun Smelter
Corporate Secretary Pertamina Geothermal, Muhammad Baron, mengatakan, kapasitas produksi PGEO akan ditingkatkan lagi hingga 1.272 MW pada 2027, sebagai salah satu penggunaan dana hasil IPO.
“Hingga saat ini PGE telah berhasil mengaliri 2,08 juta rumah di Indonesia,” kata Baron, Jumat (17/3).
Sebagai kilas balik, mayoritas dana initial public offering (IPO) Pertamina Geothermal akan digunakan untuk mengembangkan panas bumi. Perusahaan pelat merah ini meraup dana segar hingga Rp 9,05 triliun dari aksi korporasi yang dilakukan.
Sekitar 85% dana hasil IPO akan digunakan untuk pengembangan usaha sampai dengan tahun 2025.
Pengembangan ini terdiri atas sekitar 55% akan digunakan untuk belanja modal alias capital expenditure (capex) atau investasi pengembangan kapasitas tambahan dari Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) operasional saat ini yang dilakukan melalui pengembangan konvensional dan utilisasi co-generation technology untuk memenuhi permintaan tambahan dari pelanggan existing.
Baca Juga: Ada yang Turun 69%, Begini Nasib Saham-Saham yang Baru Listing di BEI pada 2023
Pengembangan ini sebagian besar akan digunakan antara lain untuk WKP Lahendong, WKP Hululais, WKP Lumut Balai dan Margabayur, WKP Gunung Way Panas, WKP Sungai Penuh, dan WKP Gunung Sibayak - Gunung Sinabung.
Anggota Dewan Energi Nasional Satya Yudha menjelaskan, industri panas bumi memang memerlukan waktu yang panjang pada proses eksplorasi dan produksinya. Namun hasilnya dapat membantu kehidupan untuk masa mendatang.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sepanjang tahun 2022 konsumsi listrik per kapita di Indonesia mencapai angka 1.173 kilowatt hour (KWh), atau naik 4,45% jika dibandingkan tahun 2021 sebesar 1.123 kWh.
Adapun bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional hingga tahun 2022 tercatat 14,11%, naik 13,65% dari realisasi tahun 2021.
Baca Juga: Risiko Tinggi Berinvestasi pada Saham-Saham yang Baru IPO di BEI
Kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia mencapai 81,2 gigawatt (GW) di 2022, dengan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG/GU/MG) sebesar 21,6 GW, baru kemudian pembangkit listrik EBT sebesar 12,5 GW, dengan rincian pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebanyak 6,6 GW, PLTP sebesar 2,3 GW, dan bioenergi sebesar 3 GW.
“Urgensi global dalam mengembangkan energi bersih dan hijau menjadikan panas bumi dapat menjadi kunci dalam mencapai target untuk mengembangkan green economy melalui green energy dan green industry,” kata Satya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News