Reporter: Azis Husaini | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - GARUT. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menargetkan penjualan listrik di tahun ini sebesar 4.543 GWh (gigawatthours). Kontribusi pendapatan terbesar masih disumbang dari pembangkit listrik panas bumi (PLTP) Kamojang sebesar 40%.
Direktur Keuangan Pertamina Geothermal Energy Nelwin Aldriansyah menyatakan, pendapatan perusahaan pada kuartal I-2023 lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan pada periode yang sama tahun lalu.
"Kami memang tidak memberikan revenue guidance. Tetapi, bisa diketahui bahwa tahun lalu kami jual listrik dan uap sekitar US$ 8,7 sen per kWh," kata dia dalam diskusi dengan media massa di kantor PGE Kamojang, Rabu (17/5).
Ia menjelaskan, pendapatan di kuartal I 2023 itu disumbang PLTP Kamojang sebesar 235 MW, dari total kapasitas pembangkit PGEO yang mencapai 672 MW. Sisanya disumbang dari PLTP Ulubelu sekitar 30%, PLTP Lahendong 18%, PLTP Lumut Balai 10% dan sisanya PLTP Karaha sebesar 2%.
Nelwin menjelaskan, pihaknya akan terus memacu kinerja dengan mencari pendanaan untuk investasi sumur baru. Pada april 2023 perusahaan menerbitkan green bond sebesar US$ 400 juta yang semuanya untuk kebutuhan refinancing fasilitas kredit bridge loan, dengan plafon US$ 800 juta pada Juni 2021 silam.
Baca Juga: Green Bond Pertamina Geothermal (PGEO) Oversubscribed 8,25 Kali
Kata dia, PGEO sudah melunasi utang tersebut secara bertahap. Di mana hingga Desember 2022 tersisa utang US$ 600 juta. Utang tersebut kemudian dilunasi lagi senilai US$ 200 juta pada Maret 2023.
"Sisa saldo utang sebesar US$ 400 juta ini yang kemudian dibayar dengan green bond," ungkap Nelwin.
Ia mengungkapkan, peminat green bond PGEO sangat tinggi meskipun kupon yang ditawarkan lebih rendah.
Ke depan, kata Nelwin, perusahaan masih membutuhkan dana investasi senilai US$ 1,6 miliar, untuk menambah kapasitas terpasang panas bumi sebesar 600 MW. Sekitar US$ 500 juta kebutuhan dana itu dipenuhi dari hasil IPO (initial public offering). Kemudian sekitar US$ 400 juta - US$ 500 juta dari internal kas.
"Nah, sekitar US$ 500 juta lagi akan kami terbitkan green bond dalam dua tahun mendatang," ungkapnya.
Menurut Nelwin, PGEO telah memenuhi beberapa persyaratan untuk menerbitkan green bond. Antara lain memiliki kredit rating Moody's S&P dan Fitch, serta mendapatkan green financing framework.
"Jadi ke depan lebih menguntungkan bagi PGEO untuk menerbitkan green bond lagi karena prize-nya lebih kompetitif dibanding global bond konvensional," terang dia.
Bagi PGEO, green bond lebih menguntungkan karena pendapatan PGEO dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS). "Maka kami tawarkan di bursa Singapura. Bukan tidak cinta Bursa Efek Indonesia, tapi secara instrumen kalau terbitkan dolar sulit. Banyak fund manager lokal berinvestasi dolar," ujarnya.
Tak lagi joint operasi
Direktur Operasi PGEO Eko Agung Bramantyo menambahkan, saat ini kapasitas listrik PGEO mencapai 672 MW, dan yang joint operasi sebesar 1.205 MW.
"Ke depan, kami tidak lagi joint operasi. Sesuai UU Panas Bumi, pemilik wilayah kerja panas bumi itu akan membangun pembangkit dan hulunya, jadi model joint operasi tidak ada lagi," ucap Eko.
Ia mengatakan, ada beberapa lokasi yang sudah disiapkan perusahaan untuk ekspansi. Antara lain di Lahendong dan Gunung Masigit di Jawa Barat. "Kami sudah tahu potensinya," ujar dia. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News