Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menjadi salah satu emiten yang sudah mengecap manisnya bisnis perdagangan karbon. Tahun lalu, anak usaha PT Pertamina (Persero) ini mengeduk pendapatan baru dari carbon credit sebesar US$ 747.000.
Muhammad Taufik, Manager Corporate Communication & Stakeholder Management Pertamina Geothermal Energy menjelaskan, pendapatan carbon credit ini dihasilkan oleh dua Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) milik PGEO, yaitu Ulubelu unit 3 dan 4 serta Karaha yang menghasilkan setara 1,7 juta ton pengurangan emisi karbon. Angka ini dihitung semenjak pembangkit tersebut beroperasi secara komersial hingga awal tahun 2020.
PGEO juga memasang target optimistis di bisnis perdagangan karbon. Manajemen berekspektasi pendapatan carbon credit PGEO akan tumbuh dua kali lipat dalam lima tahun ke depan.
Baca Juga: PGEO Umumkan Kinerja Bisnis, Jadi Sinyal Positif Pengembangan Energi Baru Terbarukan
“Mengingat saat ini PLTP lain dengan potensi yang besar seperti Lumut Balai, Ulubelu 2, Lahendong sedang dijalankan verifikasi agar dapat segera menghasilkan pendapatan baru dari carbon credit,” kata Taufik kepada Kontan.co.id.
Asal tahu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana merilis Peraturan OJK (POJK) terkait bursa karbon pada 11 Juli 2023. Adapun bursa karbon ditargetkan bisa meluncur pada September 2023. Adapun saat ini pihak OJK sedang menyusun mekanisme perdagangan untuk unit karbon baik mandatory (wajib) dan voluntary (sukarela).
Emiten pelat merah ini menyambut baik inisiatif pembentukan Bursa Karbon sebagai alat yang dapat mendorong pengurangan emisi secara efisien dan memberikan insentif kepada perusahaan-perusahaan untuk berpartisipasi dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
Kata Taufik, Bursa karbon sangat diperlukan dalam meningkatkan capaian pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam rangka pemenuhan target emisi, khususnya untuk sektor energi.
Baca Juga: Pertamina Geothermal Energy (PGEO) Membayar Dividen US$ 30 Juta ke Pemegang Saham
Hal ini akan mendukung percepatan target Net Zero Emission pada 2050, karena sektor yang memiliki unit karbon positif akan mendapat insentif dari skema perdagangan karbon.
Selain itu, menurut Taufik, perdagangan karbon juga bermanfaat membuka peluang ekonomi baru bagi negara yang berpartisipasi, terutama bagi Indonesia yang diperkirakan menyumbang 75% sampai 80% persen kredit karbon dunia.
Hal tersebut membuat perdagangan karbon dapat memberikan kontribusi hingga lebih dari US$ 150 miliar untuk perekonomian Indonesia.
Baca Juga: Gelar RUPS, Pertamina Geothermal Energy (PGEO) Bagikan Dividen US$ 30 Juta
PGEO berharap, dalam penerapannya, mekanisme bursa karbon harus menjunjung transparansi dan akuntabilitas dalam proses penghitungan emisi dan alokasi karbon kredit serta melibatkan perusahaan energi geothermal dan pemangku kepentingan dalam proses perancangan dan implementasi bursa karbon.
Hal ini diperlukan agar mekanisme bursa karbon tercapai keadilan bagi semua pihak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News