Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan di pasar surat utang dalam negeri perlahan berkurang seiring penurunan risiko investasi Indonesia. Mengutip Bloomberg Jumat (11/5), posisi Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor lima tahun berhasil turun ke level 112,378. Padahal, Selasa (8/5) lalu, CDS Indonesia untuk tenor yang sama berada di level tertinggi di tahun ini yakni 129,968.
Setali tiga uang, CDS Indonesia tenor 10 tahun juga turun ke level 193,333. Padahal Rabu (9/5) lalu, posisinya masih ada di level 211,420 yang merupakan rekor terburuk di tahun ini.
Bersamaan dengan itu, yield Surat Utang Negara (SUN) seri acuan 10 tahun juga turun 3,34% dibandingkan hari sebelumnya ke level 7,142% di akhir pekan lalu.
Analis Obligasi BNI Sekuritas Ariawan mengatakan, meredanya tekanan di pasar obligasi Indonesia terjadi setelah data inflasi Amerika Serikat berada di bawah ekspektasi. Asal tahu saja, inflasi Negeri Paman Sam di bulan April tercatat hanya 0,2% atau lebih rendah dari perkiraan analis yang sebesar 0,3%. Investor menjadi ragu-ragu terhadap prospek ekonomi AS di tengah potensi kenaikan Fed Fund Rate yang agresif di tahun ini, kata dia, Jumat (11/5).
Meredam sementara
Langkah-langkah Bank Indonesia (BI) dalam menstabilkan nilai tukar rupiah juga dinilai dapat menurunkan persepsi risiko investasi Indonesia. Asal tahu saja, selain melakukan aksi beli di pasar obligasi, BI juga membuka kemungkinan menaikkan suku bunga acuan BI-7 Day Repo Rate dalam waktu dekat demi menjaga stabilitas kurs rupiah.
Analis Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar menambahkan, kenaikan suku bunga acuan dapat berdampak positif bagi pasar obligasi Indonesia, kendati hanya sementara. Sebab, kenaikan tersebut dapat mendorong kembali masuknya dana asing ke pasar surat utang dalam negeri serta menaikkan harga SUN.
Memang di akhir pekan lalu, harga obligasi pemerintah untuk seri acuan pun sempat menguat tipis ke posisi 98,59.
Hanya saja, perlu diwaspadai ada tren bullish harga minyak dunia yang bisa menyebabkan yield obligasi AS dapat kembali melejit. Imbasnya, harga SUN masih rentan terkoreksi karena imbal hasilnya masih terlalu rendah.
Kenaikan suku bunga acuan BI bukan satu-satunya solusi meredakan tekanan eksternal. Harus ada kebijakan lanjutan dari pemerintah, ungkap Anil.
Selain itu, walau data inflasi AS tidak sesuai target, ekspektasi kenaikan suku bunga acuan di negara tersebut belum berkurang. Sentimen tersebut membuat yield US Treasury masih berpotensi naik sehingga mempengaruhi pergerakan harga SUN ke depannya. Selama yield US Treasury berada di level 2,9%–3%, maka yield SUN acuan masih akan berada di kisaran 7%, ujar Ariawan.
Anil menambahkan, di luar efek potensi kenaikan suku bunga acuan BI, harga SUN berpeluang kembali mengalami tren peningkatan ketika obligasi Indonesia masuk ke dalam indeks pendapatan tetap Bloomberg Barclays pada Juni mendatang. Masuknya Indonesia ke dalam indeks global kelak dapat menjadi angin segar bagi pergerakan harga dan imbal hasil SUN, pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News