Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China mereda. Kedua raksasa ekonomi dunia ini memutuskan untuk menandatangani kesepakatan dagang fase pertama pada Rabu (15/1) di Gedung Putih, Washington DC.
Salah satu efek positif dari adanya kesepakatan dagang ini adalah penguatan nilai tukar rupiah.
Senior Vice President Royal Investium Sekuritas Janson Nasrial mengatakan, sejak penandatangan kesepakatan dagang antara AS dengan China, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat cukup signifikan.
Baca Juga: Simak prospek saham perbankan untuk tahun 2020
Bahkan menurut Janson, secara year-to-date (ytd), rupiah merupakan mata uang dengan performa terkuat setelah Yuan China.
Kontan.co.id mencatat, pada tiga pekan pertama tahun ini, rupiah terus mengalami apresiasi. Bila dilihat sejak awal tahun hingga 18 Januari 2020, rupiah sudah menguat 2,26%.
Bahkan pada 13 Januari 2020 silam, rupiah menguat 0,47% ke level Rp 13.690 per dolar AS. Ini merupakan capaian rupiah terkuat sejak Februari 2018.
Baca Juga: Terdampak kenaikan harga minyak, ini strategi Mitrabahtera Segara (MBSS)
Dus, Janson menilai hal ini menjadi angin segar bagi industri farmasi yang mana komponen Cost Of Goods Sold (COGS) atau Harga Pokok Penjualan (HPP) nya hampir 40% merupakan komponen impor. “Emiten yang diuntungkan seperti Kalbe Farma (KLBF),”ujar Janson kepada Kontan.co.id, Jumat (17/1).