kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Penyerapan SBN di Semester II Dinilai Masih akan Semarak


Kamis, 03 Agustus 2023 / 20:19 WIB
Penyerapan SBN di Semester II Dinilai Masih akan Semarak
ILUSTRASI. Pemerintah masih akan rajin menerbitan surat berharga negara (SBN) di semester II-2023.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih akan rajin menerbitan surat berharga negara (SBN) di semester II-2023. Analis memperkirakan penyerapannya masih akan semarak.

Sebagai informasi, hingga akhir tahun pemerintah masih akan menerbitkan Sukuk Negara Ritel (SR) seri SR019 yang direncanakan terbit pada ditawarkan pada 18 Agustus hingga 13 September 2023. lalu, Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri ORI024 pada 9 Oktober hingga 2 November, dan Sukuk Tabungan (ST) seri ST011 pada 3 November hingga 29 November.

Analis Fixed Income Sucorinvest Asset Management Alvaro Ihsan menilai, permintaan masyarakat masih akan tinggi melihat dari beberapa penerbitan sebelumnya seiring dengan tingkat real yield di aset obligasi yang menarik.

Baca Juga: APBN Semester 1 2023 Surplus, Kebutuhan Pembiayaan dari SBN Lebih Rendah

"Selain itu, minat investor ritel sedang sangat tinggi seiring dengan proporsi investor perseorangan sudah mencapai 6,9% dari total government debt," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (3/8).

Ia juga bilang, obligasi cenderung memiliki tingkat yield yang masih cukup menarik di level suku bunga saat ini. Selain itu, dengan tingkat inflasi yang menurun ke angka 3,08% secara tahunan (YoY) membuat investasi di obligasi dinilai dapat menghasilkan real yield yang menarik.

Apalagi, berinvestasi pada obligasi memiliki keunggulan dari risiko gagal bayar yang rendah lantaran dijamin negara.

Namun Alvaro menyarankan investor juga harus memperhatikan beberapa hal, seperti kondisi makroekonomi Indonesia maupun global karena dapat mempengaruhi kenaikan atau penurunan suku bunga. Lalu, investor juga perlu memperhatikan bahwa obligasi memiliki interest rate risk yang mana jika investor ingin menjual obligasi sebelum jatuh tempo tetap dipengaruhi oleh pergerakan harga pasar akibat perubahan suku bunga.

"Tingkat kupon yang ditawarkan serta jatuh tempo obligasi juga harus disesuaikan dengan tujuan investasi dan horizon investasi dari setiap investor," paparnya.

Hingga akhir tahun, Alvaro menilai suku bunga The Fed (Fed fund rate/FFR) akan bergantung pada rilis data ekonomi seperti laju inflasi, pasar tenaga kerja, hingga stabilitas pasar keuangan. Menurutnya, data-data tersebut mendasari keputusan suku bunga.

Baca Juga: Antisipasi Kebijakan The Fed, Minat Lelang SUN Menurun

Kenaikan suku bunga FFR juga dinilai sudah mendekati masa akhir dan akan mulai dipertahankan. "Dengan inflasi inti yang masih jauh dari target 2% dan data tenaga kerja yang masih kuat serta dengan asumsi belum adanya guncangan pasar keuangan, suku bunga FFR diperkirakan akan bertahan hingga akhir tahun," kata Alvaro.

Dengan selisih (spread) suku bunga 7 day reverse revo rate dengan FFR yang tipis maka akan sulit bagi Bank Indonesia untuk mulai menurunkan suku bunga di sisa akhir tahun karena akan mempengaruhi nilai mata uang rupiah. Penurunan suku bunga acuan BI diperkirakan baru mulai berjalan di tahun 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×