kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,21   5,62   0.63%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penurunan supply SBN tahun depan diperkirakan tidak akan berdampak signifikan


Selasa, 14 Desember 2021 / 19:17 WIB
Penurunan supply SBN tahun depan diperkirakan tidak akan berdampak signifikan
ILUSTRASI. Pemerintah menargetkan pembiayaan pada tahun 2022 sebesar Rp 991,3 triliun.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menargetkan pembiayaan pada tahun 2022 sebesar Rp 991,3 triliun yang dilakukan baik melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), maupun pelaksanaan pinjaman. Pada rinciannya SBN bruto meliputi penerbitan domestik reguler akan memakan porsi terbesar, yaitu sebanyak 78%-83%. Selanjutnya SBN valuta asing (valas) 11%-14% dan SBN ritel 6%-8%.

Adapun, hingga 7 Desember 2021, utang pemerintah mencapai Rp 1.186,2 triliun atau 88,3% dari target. Sementara itu realisasi SBN domestik sebesar Rp 982,6 triliun, lalu SBN valas sebesar Rp 158 triliun, serta dari pinjaman program telah terealisasi 100% dari yang ditargetkan, yakni Rp 41,6 triliun.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menyatakan, dalam dua tahun terakhir defisit untuk APBN memang lebih rendah dari perkiraan. Apalagi, pada 2021 harga komoditas naik tajam sehingga membuat pendapatan negara jadi lebih tinggi. Dengan pembiayaan defisit yang lebih rendah, tak mengherankan penerbitan SBN pada tahun depan juga jadi lebih rendah. 

“Lagipula penerbitan memang tidak perlu jor-joran dan perlu berhati-hari mengingat pada tahun depan akan ada pembalikan arah kebijakan moneter,” kata David kepada Kontan.co.id, Selasa (14/12).

Baca Juga: Target penerbitan SBN 2022 lebih rendah, pasar SBN dinilai tetap prospektif

Terkait pasar obligasi, David meyakini prospeknya masih cukup bullish. Hal ini didukung dengan pemulihan ekonomi yang sedang terjadi. Selain itu, dari sisi sentimen, para bank sentral global juga masih akan berhati-hati dalam mengawasi keadaan dan mengambil keputusan. Adanya kekhawatiran tersebut bisa mengangkat pamor pasar obligasi. 

Di satu sisi ini berpotensi membuat investor asing keluar dari pasar obligasi. Padahal menurut David, investor asing justru seharusnya mulai masuk ke SBN untuk mengisi kepemilikan yang dijual oleh kelompok perbankan yang mulai salurkan kredit. Tapi, David melihat perbankan tidak akan drastis mengurangi porsinya di SBN karena kekhawatiran varian baru Covid-19 ke depan masih tetap membayangi.

Baca Juga: SBN ritel masih menarik bagi investor

Dia juga meyakini, pasar domestik masih bisa menopang jika perbankan mulai keluar seiring mulai tumbuhnya investor SBN ritel, serta investor institusi lainnya. Belum lagi, Bank Indonesia (BI) yang melanjutkan program burden sharing bisa menjadi standby buyer untuk menjaga permintaan di pasar tetap ada.

Untuk semester pertama 2022, David memperkirakan yield SBN ada kecenderungan untuk menguat. Selain didorong pemulihan ekonomi, angka current account deficit dan inflasi yang masih terjaga diharapkan bisa menggaet investor asing kembali masuk ke pasar SBN dengan iming-iming real yield yang menarik dan stabilitas rupiah. Apalagi, Indonesia juga menangani kasus Covid-19 dengan baik belakangan ini.

“Namun, untuk semester kedua 2022, yield berpotensi kembali bergerak melemah lantaran selesainya tapering dan potensi kenaikan suku bunga acuan. Hal ini akan membuat pasar SBN dan rupiah mengalami volatilitas,” tutup David.

Baca Juga: Pemerintah akan terbitkan SBN ritel Rp 100 triliun pada tahun depan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×