kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Penurunan harga batubara tak terbendung menjelang akhir Agustus


Rabu, 28 Agustus 2019 / 20:21 WIB
Penurunan harga batubara tak terbendung menjelang akhir Agustus
ILUSTRASI. Kapal tunda menarik tongkang bermuatan batubara


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara terus memperbarui rekor terendah pada tahun ini. Selasa (27/8), harga batubara Newcastle untuk kontrak pengiriman Oktober 2019 di ICE Futures kembali menyentuh level rendah US$ 65,20 per metrik ton atau turun 0,83% dari hari sebelumnya.

Sedangkan dalam sepekan, harga batubara tercatat sudah merosot sebanyak 2,68%. Kondisi ini diprediksi masih akan berlangsung selama permintaan tertekan dan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China masih berlangsung. 

Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, tren pergerakan harga batubara masih sangat bergantung pada sentimen permintaan yang cenderung masih lesu. Kondisi tersebut semakin diperburuk dengan adanya sentimen perang dagang antara AS dan China yang hingga saat ini belum menunjukkan titik temu.

Baca Juga: PLN minta patokan harga untuk kelistrikan US$ 70 per ton bisa diperpanjang

"Masih belum ada turning point teknikal maupun fundamental untuk harga batubara, ditambah lagi risiko resesi global kian dekat," jelas Wahyu kepada Kontan.co.id, Rabu (28/8).

Mayoritas sentimen batubara masih dari permintaan importir batubara terbesar dunia, yakni China. Ketergantungan China terhadap batubara cukup besar, mengingat anjloknya harga batubara juga bakal berdampak negatif bagi industri pertambangan di Negeri Tirai Bambu tersebut. Apalagi pasar saham di China juga didominasi perusahaan pertambangan, sehingga saat harga batubara anjlok terlalu dalam bisa menjadi pemicu krisis di China.

Sementara itu, NDRC tidak akan membiarkan harga batubara terlalu mahal, karena akan menekan konsumsi energi dari perusahaan, yang bakal berisiko pada perekonomian negara. Untuk itu, Wahyu mengungkapkan pergerakan harga batubara masih dijaga atau diintervensi untuk tetap stabil. "Terlepas dari itu, secara fundamental dalam jangka panjang jelas supply dan demand masih jadi penggerak harga batubara," ungkapnya.

Baca Juga: Toba Bara Sejahtra (TOBA) produksi 2 juta ton batubara hingga semester I-2019

Beberapa tahun terakhir permintaan batubara di kawasan regional cenderung menurun. Hal ini disebabkan tingginya persaingan batubara dengan konsumsi gas alam yang diklaim lebih ramah lingkungan.

Namun, permintaan batubara masih sangat kuat didukung pertumbuhan ekonomi di Asia. Ini karena, adanya penambahan produksi listrik di kawasan Asia untuk mendorong kinerja sektor industri, sehingga mampu mendorong pertumbuhan batubara. 

Bahkan, produsen dan eksportir batubara di seluruh dunia tengah berlomba memenuhi permintaan di India, China, Jepang dan juga Korea. Hanya saja, kembali ke isu utama China di mana isu perang dagang secara jelas masih menekan harga komoditas termasuk batubara, dan mengancam permintaan dari Negeri Tirai Bambu melemah. 

Wahyu menjelaskan, pelemahan yang terjadi di kuartal I-2019 hingga kuartal III-2019 merupakan hal yang wajar, lantaran di kuartal II-2019 pasar mulai stockpiling antisipasi musim dingin dan sempat mendorong harga naik. Sehingga menjelang kuartal III-2019 atau pada kuartal IV-2019 pasokan batubara sudah mulai ditimbun yang kemudian membuat harga terkoreksi secara wajar. 

Baca Juga: Serapan masih mini, belanja modal Indo Tambangraya Megah (ITMG) tak akan capai target

Ditambah lagi, permintaan dari China dan India tengah lesu, disusul melimpahnya gas murah di Eropa. Akibatnya pasar cenderung beralih mendistribusikan batubaranya ke kawasan Asia. Sentimen yang juga perlu diperhatikan pada bulan depan yakni, adanya penandatanganan kontrak pasokan baru untuk batubara termal berkualitas tinggi antara perusahaan Jepang dan Australia.

Sebenarnya, permintaan dari India saat ini menjadi harapan besar sebagai pendorong harga batubara ke depan, tapi juga memiliki risiko yang signifikan. "Bulan ini India mengumumkan rencana untuk memangkas impor batubara hingga sepertiga, dan mengandalkan peningkatan produksi dalam negeri dan output energi terbarukan," ungkap Wahyu. 

Baca Juga: Harga Batubara Meredup, UNTR Merevisi Lagi Target Penjualan Alat Berat

Melihat berbagai sentimen yang ada, Wahyu memperkirakan prospek harga batubara di jangka menengah berada di kisaran US$ 50 per metrik ton dan US$ 40 per metrik ton. Akan menjadi sinyal buruk bagi China jika harga mendekati level US$ 40 per metrik ton.

"Hingga akhir tahun level US$ 50 per metrik ton hingga US$ 70 metrik ton cukup bisa ditoleransi. Namun jika ada konsolidasi, harga bisa di US$ 60 per metrik ton," jelasnya.

Untuk perdagangan Kamis (29/8), Wahyu memperkirakan harga batubara bergerak di level support US$ 64,80 per metrik ton, US$ 64,50 per metrik ton dan US$ 64 per metrik ton. Sedangkan untuk level resistance di level US$ 65,50 per metrik ton, US$ 65,80 per metrik ton dan US$ 66,30 per metrik ton dengan kecenderungan bearish. Dia merekomendasikan jual untuk batubara saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×