Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) mencatatkan pendapatan prapenjualan alias marketing sales sebesar Rp 1,49 triliun hingga 31 Mei 2024.
Asal tahu saja, SMRA menargetkan marketing sales sebesar Rp 5 triliun di tahun 2024. Melansir dokumen di laman SMRA, mayoritas marketing sales SMRA berasal dari penjualan rumah.
Marketing sales dari aset rumah sebesar Rp 1,23 triliun alias 82% dari keseluruhan marketing sales.
Diikuti apartemen Rp 121 miliar alias 8%, landplot Rp 75 miliar alias 5%, ruko sebesar Rp 54 miliar alias 4%, serta perkantoran dan lain-lain Rp 13 miliar alias 1%
Jika dilihat dari wilayahnya, mayoritas penjualan ada di area Jabodetabek, yaitu Rp 1,22 triliun alias 82% dari keseluruhan marketing sales.
Diikuti oleh Bandung sebesar Rp 139 miliar alias 9%, Makassar Rp 99 miliar alias 7%, dan Karawang Rp 34 miliar alias 2%.
Baca Juga: PPN DTP 100% Selesai Akhir Juni, Begini Kata Summarecon Agung (SMRA)
Jika dilihat dari profil pembayaran, mayoritas masyarakat yang membeli properti dari SMRA menggunakan metode pembayaran kredit pemilikan rumah (KPR). Yaitu, sebesar Rp 856 miliar atau 57% dari total marketing sales per akhir Mei.
Diikuti oleh metode pembayaran via cash sebesar Rp 327 miliar alias 22% dan via development instalment Rp 317 miliar alias 21%.
Analis Kiwoom Sekuritas Vicky Rosalinda mengatakan, raihan tersebut dapat menjadi salah satu acuan pada pendapatan SMRA di kuartal II 2024.
“Selain itu, masih ada beberapa penerimaan lain (selain dari raihan marketing sale) yang kemungkinan akan diakui sebagai pendapatan di kuartal II,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (16/7).
Sentimen penggerak kinerja SMRA di kuartal II adalah permintaan properti residensial yang masih didorong kebutuhan hunian dan investasi, serta insentif PPN DTP 100% yang berakhir di akhir Juni.
Vicky melihat, kinerja SMRA masih akan positif di semester II 2024, meskipun insentif PPN DTP 100% berakhir di akhir semester I. Asal tahu saja, mulai 1 Juli 2024, insentif PPN DTP tingga 50% untuk hunian di bawah Rp 5 miliar.
“Meskipun insentif PPN DTP sudah tidak lagi 100% dan hanya 50%, kinerja SMRA masih bisa baik karena masih banyak produk yang akan diserahterimakan pada kuartal II dan ditambah dengan penerimaan sewa mall dan hotel saat libur panjang,” tuturnya.
Sentimen positif untuk SMRA di semester II adalah masih adanya permintaan properti, adanya produk-produk baru dalam rumah hunian, masih ramainya kunjungan ke mall dan hotel, serta masih adanya insentif PPN DTP 50%.
“Adapun sentimen negatifnya yaitu suku bunga yang masih tinggi, kredit yang masih tinggi sehingga customer menunda pembelian rumah hunian, dan ketidakpastian ekonomi,” ujarnya.
Vicky pun merekomendasikan buy on weakness untuk SMRA dengan target harga Rp 595 per saham.
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora melihat, kenaikan marketing sales SMRA adalah hal yang baik. Sebab, ini mencerminkan bahwa di saat era suku bunga tinggi, daya beli masyarakat untuk membeli rumah tetap ada.
“Raihan ini juga berpeluang membuat kinerja SMRA di kuartal II akan meningkat jika dibandingkan kuartal I,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (16/7).
Dengan rilisnya inflasi Amerika Serikat (AS) yang turun ke 3% dan sudah mendekati target inflasi The Fed di 2%, bank sentral AS itu pun berpeluang untuk memangkas suku bunga pada semester II.
Apabila The Fed memangkas suku bunga, maka penurunan ini bisa diikuti oleh Bank Indonesia (BI).
“Hal ini bisa menjadi sentimen positif untuk SMRA dan emiten properti lainnya di Indonesia,” paparnya.
Andhika pun merekomendasikan buy on weakness untuk SMRA dengan target harga Rp 630 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News