Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mata uang euro terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terus menguat. Analis melihat penguatan masih akan terjadi selama persoalan Brexit membaik. Mengutip Bloomberg, pukul 18.21 WIB, pairing EUR/USD menguat 0,08% ke level 1,1321.
Yohanes Sigit Hartono, analis Rifan Financindo Berjangka mengatakan, kabar mengenai Brexit terus tersebar sehingga tidak mengkhawatirkan pelaku pasar dalam memilih investasi. Meskipun berita yang tersebar bisa dipersepsikan berita baik atau buruk. Seperti Uni Eropa yang mengumumkan telah menyelesaikan persiapan untuk Inggris akan keluar dari blok tersebut tanpa kesepakatan alias no deal Brexit. Hal itu dilakukan karena kekhawatiran no deal Brexit terus meningkat.
"Kemungkinan besar Inggris akan meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan pada 12 April, Komisi Eropa telah menyelesaikan persiapan no deal Brexit," ujar Yohanes kepada Kontan.co.id, Selasa (26/3).
Sebelumnya, Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk juga mengatakan Uni Eropa akan memberi perpanjangan hingga 22 Mei bila Perdana Menteri Theresa May mampu mendapatkan persetujuan dari parlemen. Bila gagal, Inggris hanya akan mendapat perpanjangan waktu hingga 12 April. Saat itu, Negeri Ratu Elizabeth tersebut akan mengalami Brexit tanpa kesepakatan yang dikhawatirkan dapat memukul perekonomian negara tersebut.
Yohanes menyebut, data ekonomi di kawasan Eropa membaik sehingga mata uang euro menguat terhadap dollar. Yohanes bilang indeks kepercayaan bisnis Ifo Jerman naik 0,9 poin ke level 99,6 di bulan Maret 2019. Angka tersebut jauh melebihi ekspektasi pencapaian di 98,5, dan sekaligus menjadi kenaikan pertama kalinya dalam tujuh bulan terakhir. Selain itu, data yang dirilis awal pekan ini sukses mendongkrak nilai tukar euro dan mengangkat yield obligasi Jerman ke teritori positif.
Hanya saja, Yohanes mencatat, pergerakan EUR/USD esok masih akan bergolak. Yield obligasi 10-tahunan Prancis, Italia, dan Spanyol turun 30 hingga 40 basis poin di kuartal pertama. Imbal hasil obligasi pemerintah AS juga turun sebesar 20 bps dalam 3 minggu terakhir. Sementara itu, yield obligasi bertenor 10-tahunan Australia dan New Zealand melemah antara 45 hingga 48 bp selama dua bulan belakangan.
"Masalah penurunan imbal hasil obligasi, ditambah dengan anjloknya indeks saham negara G7 akhir-akhir ini, biasanya sudah cukup mengindikasikan jika pasar saham global akan mengalami deleveraging dan mengawali gelombang risk off di pasar finansial," tandasnya.
Secara teknikal, Yohanes melihat bahwa sepanjang empat bulan terakhir, EUR/USD nyaris selalu diperdagangkan di kisaran level 1,1250 hingga 1,1500. EUR/USD belum pernah menyentuh level 1,1500 lagi sejak 30 Januari 2019.
Yohanes memproyeksikan, EUR/USD akan bergerak di rentang support 1,1300 - 1,1280 - 1,1260 dan resistance 1,1325 - 1,1350 - 1,1375. Dia pun merekomendasikan buy untuk pasangan mata uang ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News