Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terhitung sejak Jumat (1/12) hingga Kamis (7/12) harga aluminium terkoreksi 3,08% menjadi US$ 2.010 per metrik ton.
Research & Analyst Asia Tradepoint Futures Andri Hardianto mengatakan penurunan harga aluminium yang cukup dalam ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi China stagnan. "Ekonomi China memasuki semester II sudah menunjukkan tanda-tanda stagnan," kata Andri.
Selain itu, harga aluminium semakin tertekan karena dollar Amerika Serikat menguat. Andri memperkirakan hingga akhir Desember 2017 dollar AS masih akan menguat dan bisa menekan harga aluminium.
Di sisi lain, Andri mengatakan permintaan aluminium kedepan diproyeksi berkurang karena pemerintah China tengah mengawasi dengan ketat aturan mengenai kegiatan aktivitas investasi di sektor properti yang berpotensi bubble. "Aluminium terpakai untuk sektor konstruksi, dengan adanya aturan tersebut, hingga akhir 2017 belum menemukan sentimen positif bagi aluminium," kata Andri.
Sementara, karena sudah empat hari harga aluminium terkoreksi, Andri memproyeksikan akan terjadi teknikal reboound pada harga aluminium di awal pekan.
Namun, potensi rebound tersebut juga terbayangi sentimen negatif yang datang data AS yang keluar malam ini. "Data AS seperti unemployment rate diprediksi positif dan membuat dollar AS minggu depan masih berpotensi menguat dan teknikal rebound bisa gagal," kata Andri.
Meski, pada awal pekan harga aluminium berpotensi melemah, Andri memprediksikan pelemahan akan terjadi terbatas. "Harga rally baik turun ataupun naik biasa akan terjadi profit taking, kemungkinan menurut saya di awal pekan harga aluminium berpotensi melemah, sementara Selasa atau Rabu pekan depan bisa teknikal rebound lagi," kata Andri.
Untuk jangka panjang, Andri mengatakan harga aluminium masih mendapat katalis positif. Salah satunya, dari China yang memberi insentif pajak 0% untuk kendaraan listrik atau kendaraan rendah emisi. "Aluminium merupakan bahan uatam dalam pembuatan produk otomotif, jika permintaan otomotif meningkat, baik di China maupun global ini bisa jadi katalis positif," kata Andri.
Secara teknikal, Andri melihat indikator moving average (MA) 50, MA100 menunjukkan sinyal jual dan MA200 menunjukan sinyal beli. Kemudian indikator relative strength index (RSI) dan moving average convergence divergence (MACD) masing-masing berada di level 33 dan -28 dengan indikasi sinyal jual. Indikator stochastic memberikan sinyal jual di area 30.
Andri memproyeksikan harga aluminium pada awal pekan atau Senin (11/12) berada di US$ 1.980 per metrik ton hingga US$ 2.040 per metrik ton. Sementara sepekan depan harga aluminium bergerak di kisaran Rp US$ 1.930 per metrik ton hingga Rp US$ 2.080 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News