Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penguatan harga aluminium pada penutupan harga pekan pada Jumat (17/11) merupakan respon pasar terhadap isu politik di Amerika Serikat. Analis memperkirakan, pada perdagangan Senin esok, harga aluminium berpotensi menguat terbatas.
Harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulan London Metal Exchange (LME) pada Jumat (17/11) meningkat 0,1% ke level US$ 2.104 per metrik ton. "Tapi Senin depan di bursa LME kemungkinan akan naik lagi karena dollar AS sedang melemah," jelas Direktur Garuda Berjangka Ibrahim kepada Kontan.co.id, Minggu (19/11).
Memang, indeks spot dolar per Jumat (17/11) menunjukkan posisi tertekan 0,29% ke 96,66. Pelemahan ini terkait rilisnya surat panggilan subpoena dari Robert Mueller, kepala divisi penyelidikan kemungkinan kolusi Rusia dengan tim kampanya pemilu Presiden Donald Trump. Dalam surat tersebut, ia memanggil sejumlah anggota tim sukses Trump dan meminta dokumen-dokumen yang kemungkinan bakal memberatkan posisi Presiden AS. Akibatnya, dollar AS tertekan.
Ibrahim mengatakan, penguatan harga logam ini bersifat sementara sebelum pasar kembali melihat fundamental dari China. Fundamental dari Chinapun terlihat bervariasi, di satu sisi produksi alumnium Oktober China turun 2,3% dibanding bulan sebelumnya ke 2,55 juta ton.
Angka ini lanjut koreksi sejak Juli tahun ini karena penutupan sejumlah smelter ilegal. Apalagi China Hongqiao Group telah menutup semua tambang aluminium sesuai kebijakan pemerintah setempat untuk area China selatan per 15 November hingga 15 Maret.
Pabrik peleburan grup ini memiliki kapasitas produksi gabungan sebanyak 1,3 juta ton. Sedangkan total produksi yang dihentikan pada pemerintah setempat mencapai 2,68 juta metrik ton. Kondisi ini dapat menyebabkan kelangkaan aluminium lantaran China menyuplai hampir setengah kebutuhan dunia akan aluminium.
Namun, rilis produksi industri kinerja Oktober dilaporkan meleset tipis dari ekspektasi pasar ke level 6,2% year on year. Padahal di periode bulan sebelumnya tercatat lebih tinggi di 6,6%.
Prospek China Hongqiao Group ke Indonesia
Kamis (16/11), Reuters melaporkan, seiring penutupan smelter aluminium, China Hongqiao Group sedang mengulas kemungkinan untuk mengalihkan produksi ini ke negara lain. Indonesia dinyatakan sebagai tujuan yang paling memungkinkan lantaran memiliki alumina refinery dengan kapasitas produksi 1 juta ton per tahun, kata sumber Reuters.
Menurut sumber tersebut, Hongqiao sedang mengevaluasi pasar Indonesia untuk mendapatkan gambaran akan kebutuhan domestik pada komoditas ini. Kemungkinan besar, pabrik smelter Honqiao yang dimaksud dalam berita tersebut adalah PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW AR).
Mengutip pemberitaan KONTAN yang sebelumnya, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW AR) merupakan perusahaan joint venture bentukan Harita Group melalui PT Cita Mineral Investindo Tbk dengan China Hongqiao Group Limited, Winning Investment (HK) Company Limited, Shandong Weiqiao Aluminum & Electricity Co. Ltd., PT Cita Mineral Investindo Tbk memiliki 30 % kepemilikan saham.
Namun, Ibrahim yakini potensi pengalihan kapasitas produksi Honqiao di Indonesia tidak akan mempengaruhi kondisi permintaan dan harga global. "Ini bakal berkaitan dengan aturan wajib bangun smelter dari pemerintah. Ke Indonesia sendiri ini akan mengangkat harga jual aluminium kita karena dari dulu kita mengekspor bahan jadi bukan bahan mentah, dan tidak akan mempengaruhi permintaan dan harga global," jelas Ibrahim.
Secara teknikal Ibrahim melihat bollinger band dan indikator moving average masih 30% di atas bollinger bawah, sedangkan indikator stochastic 70% negatif. Namun indikator relative strength index (RSI) dan moving average convergence divergence (MACD) di area 60% positif.
Untuk esok, ia perkirakan tren penguatan terbatas dengan dalam kisaran US$ 2.099 - US$ 2.108 per metrik ton. Sedang dalam sepekan bakal bergerak di US$ 2.095 - US$ 2.115 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News