kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Pengeboran turun, harga minyak naik


Kamis, 10 Maret 2016 / 07:20 WIB
Pengeboran turun, harga minyak naik


Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Penurunan jumlah rig pengeboran di Amerika Serikat (AS) sempat memanaskan harga minyak dunia pada awal pekan ini. Kini harga emas hitam tersebut kembali dalam tren penguatan dalam jangka pendek.

Mengutip Bloomberg, Rabu (9/3), harga minyak WTI kontrak pengiriman April 2016 di New York Merchantile Exchange menguat 1,5% ke level US$ 37,05 per barel dibandingkan sehari sebelumnya. Bahkan dalam sepekan terakhir, minyak menguat 6,9%.

Level tertinggi diraih pada awal pekan ini di posisi US$ 37,9 per barel. Dalam rilis Baker Hughes Inc. penurunan rig di AS terjadi selama sebelas pekan berturut-turut menjadi 392 rig atau terendah sejak Desember 2009. Ini menyebabkan potensi penurunan produksi minyak AS menguat.

Analis PT Central Capital Futures Wahyu Tri Wibowo menyatakan, keputusan organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) membatasi suplai menjadi salah satu pendukung kenaikan harga.

Apalagi harga komoditas ini sempat oversold hingga ke US$ 26 per barel. Belum lagi, keraguan Bank Sentral AS alias Federal Reserve (The Fed) dalam menaikkan suku bunga serta pemangkasan giro wajib minimum Tiongkok turut menyokong harga minyak.

"Semua mendukung kenaikan harga minyak," papar Wahyu, Rabu (9/3). Perhatian atas goyahnya permintaan minyak China seiring perlambatan ekonomi di Negeri Panda, menjadi bayang-bayang paling kuat harga minyak.

Terlebih, pertumbuhan China kini berada pada kecepatan paling lambat dalam satu generasi. Belum tembus US$ 40 Walaupun tengah menanjak, harga minyak diperkirakan tak akan bertengger di level US$ 40 per barel.

Analis PT Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menjelaskan, jika harga minyak berada di atas US$ 40 per barel malah berdampak positif bagi produsen shale oil. "Nilai ekonomis shale oil akan tercapai jika harga minyak bergulir pada level US$ 40 per barel," ujarnya.

Pembekuan produksi oleh beberapa negara bertujuan menjaga harga minyak tetap stabil, bukan untuk melambungkan harga. Sementara ekspansi harga akan tertahan dengan pernyataan Iran, yang berencana menggenjot produksi hingga 2 juta barel per hari.

"Kemungkinan peluang menguat baru akan terbuka tahun depan," lanjutnya. Sementara di jangka pendek, pergerakan harga diprediksi cenderung stabil. Deddy melihat, harga minyak saat ini bergulir di atas MA 50 dan MA100. Indikator stochastic overbought di level 91 sementara RSI cenderung menguat di level 67. Indikator MACD ada di area positif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×