Reporter: Dimas Andi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kendati kondisi pasar obligasi kurang kondusif belakangan ini, penerbitan obligasi korporasi tetap ramai. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, sudah ada emisi obligasi korporasi senilai Rp 17,85 triliun yang masuk pipeline bursa di semester kedua tahun ini.
Sejumlah emiten pun bersiap mencatatkan obligasinya di BEI sebelum tahun ini berakhir. Sebut saja PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk yang mendaftarkan Obligasi Berkelanjutan II Tiphone Tahap I Tahun 2018 senilai Rp 1,2 triliun. Ada pula PT Bank Mandiri (Persero) Tbk yang mendaftarkan Obligasi Berkelanjutan I Bank Mandiri Tahap III Tahun 2018 senilai Rp 3 triliun.
Dandi Hidayat Natanagara, Fund Manager PT Phillip Asset Management berpendapat, sebagian besar obligasi korporasi yang terbit di semester kedua tahun ini kemungkinan ditujukan untuk refinancing. Pasalnya, walau tidak mengingat rincian datanya, ia bilang jumlah obligasi korporasi yang jatuh tempo pada kuartal III dan IV cukup besar.
Selain itu, tren kenaikan yield Surat Utang Negara (SUN) serta suku bunga acuan Bank Indonesia yang masih berlanjut juga mendorong waktu penerbitan obligasi korporasi. Alhasil, penerbitan instrumen tersebut di semester kedua tetap ramai.
Karena tren kenaikan tersebut, Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia, Anil Kumar memperkirakan, dalam beberapa waktu ke depan perusahaan yang sanggup menerbitkan obligasi korporasi adalah perusahaan yang memiliki peringkat utang minimal AA- dari Pefindo.
Sebab, semakin rendah peringkat utang suatu perusahaan maka spread antara kupon obligasi korporasi dengan pemerintah akan semakin lebar. Hal ini menjadi tantangan bagi perusahaan yang memiliki peringkat utang rendah karena menimbulkan peningkatan nilai cost of fund.
“Mau tidak mau, perusahaan ini mesti memasang kupon yang lebih tinggi. Tapi karena ratingnya rendah mereka tetap berpotensi kesulitan memperoleh dana,” ungkap Anil, hari ini (17/9).
Kendati demikian, Anil memandang, permintaan terhadap obligasi korporasi tetap akan tinggi di sisa tahun ini walaupun yield SUN terus menanjak. Bahkan, seri bertenor 5 tahun sudah mencapai level 8%.
Justru, menurutnya kondisi saat ini merupakan kesempatan emas buat investor institusi dari dana pensiun dan asuransi yang berorientasi jangka panjang untuk memiliki obligasi dengan kupon tinggi.
Sependapat, Dandi menilai biar bagaimanapun obligasi korporasi memiliki pasarnya tersendiri. Apalagi, premium spread obligasi korporasi masih menjadi daya tarik tersendiri yang tidak dimiliki oleh obligasi negara. Ditambah lagi, volatilitas pasar obligasi negara masih cukup tinggi sehingga mempengaruhi minat investor untuk berinvestasi pada instrumen SUN. “Pertimbangannya memang banyak, tapi masing-masing instrumen punya keunggulan,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News