kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pendapatan Sejumlah Emiten Melonjak di 2021, Begini Rekomendasi Sahamnya


Kamis, 24 Maret 2022 / 18:52 WIB
Pendapatan Sejumlah Emiten Melonjak di 2021, Begini Rekomendasi Sahamnya
ILUSTRASI. Kinerja emiten di sejumlah sektor sudah menunjukkan perbaikan pada tahun lalu.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten di sejumlah sektor sudah menunjukkan perbaikan pada tahun lalu. Kondisi itu tercermin dari kinerja keuangan emiten yang sejauh ini telah dilaporkan ke Bursa Efek Indonesia (BEI).

Mayoritas dari emiten yang telah merilis laporan keuangan menunjukkan kenaikan pendapatan dan laba bersih. Sebagai contoh, di sektor perbankan ada BBCA, BBRI, BBNI, BMRI, dan BRIS. Di jajaran sektor pertambangan ada INCO, ITMG, dan ADRO yang pendapatannya terdongkrak meroketnya harga komoditas.

Di sektor industrial, ASII berhasil menumbuhkan pendapatan sebanyak 33,38% menjadi Rp 233,48 triliun. Lonjakan pendapatan ASII ditopang oleh kenaikan di segmen usaha penjualan barang, jasa dan sewa, maupun jasa keuangan.

Baca Juga: Reksadana Indeks Ikut Moncer Rekor IHSG di Tahun Ini

Kemudian di sektor teknologi dan telekomunikasi, DCII, EXCL, dan ISAT membukukan kenaikan kinerja keuangan. Sebagai gambaran, kenaikan pendapatan ISAT ditopang oleh pertumbuhan di segmen usahanya, meliputi selular, MIDI (multimedia, komunikasi data, dan internet), serta telekomunikasi tetap.

Emiten produk kesehatan seperti PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) juga berhasil menumbuhkan penjualan pada segmen bisnisnya, yakni jamu herbal dan suplemen, makanan dan minuman, serta farmasi. Pada tahun lalu penjualan SIDO naik 20,72% dibanding tahun sebelumnya.

Sektor consumer cyclicals dan ritel juga tampak mulai bangkit kembali. PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) berhasil mendongkrak pendapatan bersihnya sebanyak 15,52%. Kinerja LPPF disokong oleh meningkatnya penjualan eceran, konsinyasi, dan pendapatan jasa.

Baca Juga: Berikut Sentimen yang Mengangkat IHSG pada Perdagangan Kamis (24/3)

Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan melihat pertumbuhan pendapatan maupun laba bersih sejumlah emiten tersebut menunjukkan tahun 2021 lalu merupakan periode pemulihan. Pada tahun 2020, kinerja ekonomi dan bisnis terperosok oleh pandemi covid-19.

Pertumbuhan ekonomi, perbaikan konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, tingginya indeks manufaktur, surplus neraca perdagangan, vaksinasi, hingga lonjakan harga komoditas telah menopang kinerja emiten pada tahun lalu. Valdy memperkirakan sektor-sektor yang diuntungkan dari sejumlah faktor tersebut bisa melanjutkan pertumbuhan kinerja di tahun ini.

Valdy pun menjagokan emiten di sektor komoditas. Hal ini sejalan dengan ekspektasi harga-harga komoditas masih cenderung tinggi pada tahun ini, setidaknya hingga semester pertama 2022. Pemicu utamanya adalah potensi gangguan pasokan atawa supply disruption sebagai dampak dari perang Rusia-Ukraina.

"Selain itu, bank juga bisa melanjutkan kinerja positifnya. Mengingat sektor ini erat kaitannya dengan pemulihan ekonomi," ungkap Valdy kepada Kontan.co.id, Kamis (24/3).

Baca Juga: Usai Sentuh All Time High, IHSG Diproyeksi Rawan Koreksi pada Jumat (25/3)

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana juga menilai bahwa secara umum, emiten berpeluang melanjutkan pertumbuhan pendapatan pada tahun ini. Wawan menyoroti bahwa saat ini terjadi anomali pada harga komoditas, terutama batubara yang menembus rekor US$ 300 per ton-US$ 400 per ton. 

Harga batubara jauh di atas level normal sekitar US$ 180 per ton-US$ 200 per ton. Apalagi ketika terperosok pada tahun 2020 dan masih berada di bawah US$ 100 per ton pada awal 2021. Alhasil, emiten di sektor ini berpeluang besar untuk meningkatkan pendapatannya.

Namun, Senior Technical Analyst Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia Suryanata memberikan catatan. Kenaikan harga komoditas bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, memang menguntungkan bagi emiten yang terkait dengan sektor tersebut.

Baca Juga: IHSG Rekor Pada Kamis (24/3), BBRI, BMRI, BBNI Paling Banyak Dibeli Asing

Namun di sisi yang lain, meroketnya harga komoditas termasuk crude palm oil (CPO) dan komoditas pangan seperti gandum, akan menjadi beban tambahan yang menekan perusahaan di sektor konsumen. Selain itu, kenaikan harga minyak dan batubara juga menambah biaya bahan baku bagi sektor lainnya, seperti pada emiten semen.

Liza menambahkan, meski tahun 2022 diproyeksikan sebagai periode normalisasi, namun ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi. Hal ini terkait dengan dinamisnya kondisi geopolitik dan ekonomi internasional.

Sebagai contoh, kenaikan suku bunga The Fed sebesar 25 basis point memicu bank sentral di sejumlah negara untuk turut menaikkan tingkat suku bunganya. Faktor lain yang signifikan adalah tensi geopolitik Rusia-Ukraina yang membuat harga komoditas dunia meroket.

Misalnya saja minyak mentah yang harganya sudah melonjak 51,8% secara year to date (ytd). Lalu nikel harganya telah melonjak 80%, CPO meningkat 18,8%, dan yang paling signifikan adalah batubara dengan lonjakan 108,8% sejak awal tahun.

Kendati begitu, di dalam negeri kondisi pandemi sudah lebih terkendali. Hingga pemerintah pun sudah berani membuka pintu bagi wisatawan, meniadakan karantina, dan mobilitas masyarakat yang lebih longgar.

Dalam kondisi seperti ini, Liza menyarankan agar pelaku pasar fokus pada sentimen positif yang melingkupi sektor terkait. Sektor yang masih berjaya seperti komoditas tambang dan agrikultur. Kemudian, keputusan Bank Indonesia untuk tidak menaikkan suku bunga membawa angin segar bagi sektor properti. 

"Namun menyikapi kenaikan harga emiten-emiten tambang yang sudah lumayan tinggi, ada baiknya para trader atau investor juga memperhatikan level-level support dan resistance," tegas Liza. 

Baca Juga: IHSG Moncer, Kinerja Reksadana Indeks Berpotensi Cemerlang

Sementara itu, Analis Teknikal MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memandang bahwa kenaikan kinerja keuangan emiten pada 2021 juga tercermin dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menguat pada 2021 sampai awal tahun ini. Dia turut memperkirakan pertumbuhan kinerja akan berlanjut pada 2022.

Menurut Herditya, saham BBCA, BBRI, BBNI, EXCL, dan SIDO masih menarik untuk dilakukan akumulasi. "Untuk pertambangan karena seasonal dan bergantung kepada harga komoditasnya maka dapat hold terlebih dulu," ungkap dia.

Adapun, Wawan melihat saham-saham di sektor keuangan dan telekomunikasi menarik untuk dikoleksi. Kemudian, untuk saham di sektor consumer goods yang sedang tertekan kenaikan harga bahan baku, Wawan menyarankan buy on weakneas dengan target investasi jangka panjang.

Baca Juga: Diuntungkan Pemulihan Ekonomi, Ini Rekomendasi Saham Perbankan dari Maybank Sekuritas

Selain itu, saham komoditas juga dinilai menarik, tapi pelaku pasar mesti mencermati volatilitas harga komoditas global. Hal senada juga disampaikan oleh Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora. Di samping sektor komoditas, Andhika juga melihat sektor perbankan dan ritel potensial untuk melanjutkan tren positif di tahun ini.

"Dengan membaiknya covid dan perekonomian, perusahaan akan lebih berani melakukan ekspansi bisnis, sehingga berpotensi menaikkan permintaan kredit di industri perbankan. Demikian juga sektor ritel akan diuntungkan dengan terkendalinya covid karena mobilitas masyarakat lebih longgar," kata Andhika.

Andhika merekomendasikan buy on weakness untuk saham BRIS di area Rp 1.540 per saham-Rp 1.600 per saham dengan level support di Rp 1.465 per saham dan target penguatan jangka panjang pada Rp 1.900 per saham.

Baca Juga: Analis Rekomendasikan Beli Saham ADRO, Simak Ulasannya

Kemudian investor bisa buy on weakness saham ITMG di Rp 26.500 per saham-Rp 27.000 per saham dengan support di Rp 25.500 dan target penguatan pada Rp 30.000. Lalu, buy on weakness saham ISAT di Rp 5.200 per saham-Rp 5.300 per saham dengan support Rp 5.000 per saham dan target penguatan di level Rp 6.000 per saham.

Sedangkan Valdy menjagokan saham-saham bank berkapitalisasi besar seperti BBCA, BBRI, BMRI,  dan BBNI, serta saham batubara yakni ADRO, PTBA dan ITMG.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×