Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minat investor mulai tertuju pada seri tenor panjang di lelang Surat Berharga Negara Syariah (SBSN), Selasa (1/9).
Berdasarkan rilis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, seri PBS028 yang jatuh tempo pada 15 Oktober 2046 mendapat bid to cover ratio atawa rasio penawaran terhadap penjualan sebesar 5,59 kali. Jika dibandingkan pada lelang SBSN dua pekan lalu, seri PBS028 hanya menerima rasio penawaran sebear 1,98 kali.
Rasio penawaran pada seri PBS028 menjadi nomor dua tertinggi setelah seri SPNS02032021 menerima rasio penawaran sebanyak 6,49 kali.
Baca Juga: Hasil lelang sukuk tak sebanyak lelang sebelumnya, apa sebabnya?
Head of Fixed Income Trimegah Asset Management Darma Yudha mengatakan dari hasil lelang tersebut terlihat bahwa optimisme investor pada seri tenor panjang sudah mulai tercipta meski memang belum signifikan.
Sekedar informasi, seri PBS028 menerima penawaran masuk dari investor sebanyak Rp 8,70 triliun. Yield rata-rata tertimbang yang dimenangkan seri ini berada di 7,60%. Pemerintah menyerap paling banyak dari seri ini, yaitu sebesar Rp 4,4 triliun.
Namun, total penawaran yang masuk paling tinggi di lelang kali ini adalah seri SPNS02032021 dengan jumlah Rp 9,74 triliun.
Sementara, seri PBS027 menerima penawaran sebesar Rp 8,76 triliun. Hampir sama, seri PBS026 menerima penawaran masuk sebesar Rp 8,19 triliun.
Sedangkan, seri PBS025 menerima paling rendah penawaran yang masuk di Rp 4,91 triliun.
Untuk total penawaran yang masuk di lelang SBSN hari ini sebesar Rp 38,32 triliun. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan total penawaran yang masuk dalam lelang SBSN dua pekan lalu sebesar Rp 49,37 triliun.
Yudha memproyeksikan prospek lelang selanjutnya akan tetap positif karena didukung penawaran yield pasar Surat Utang Negara (SUN) yang lebih tinggi dari negara tetangga.
Yudha berharap dengan adanya program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), ekonomi Indonesia akan segera pulih dan favorable untuk pasar obligasi.
Selain itu, Yudha juga melihat nilai tukar rupiah yang kembali stabil di sekitar Rp 14.500 per dollar AS akan mendukung pertumbuhan kinerja pasar obligasi.
Belum lagi, deflasi yang sudah terjadi dua bulan berturut-turut hingga Agustus membuat Bank Indonesia berkemungkinan besar akan menurunkan tingkat suku bunga acuan.
"Suku bunga turun, permintaan investor pada surat utang pemerintah akan naik," kata Yudha.
Baca Juga: Prospek lelang SBSN tetap menarik meski bersaing dengan SR013
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News