Reporter: Nadya Zahira | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJJPR) Kementerian Keuangan resmi menutup penawaran Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI025 pada Kamis (22/2) pukul 10.00 WIB.
Asal tahu saja, ORI025 tersedia dalam dua seri. Yakni tenor 3 tahun (ORI025-T3) dan tenor 6 tahun (ORI025-T6), dengan besaran kupon masing-masing tenor sebesar 6,25% dan 6,4%.
Pemerintah menetapkan target awal penjualan ORI025 sebesar Rp 25 triliun, dengan rincian Rp 15 triliun untuk tenor 3 tahun dan Rp 10 triliun untuk tenor 6 tahun.
Mengacu pada data salah satu mitra distribusi, Bibit, tercatat bahwa sepanjang masa penawaran ORI025 pada 29 Januari 2024 hingga 22 Februari 2024, penjualan dari kedua seri ORI025 tersebut hanya mencapai Rp 23,98 triliun.
Dengan rincian, pemesanan ORI025-T3 tercatat sebesar Rp 19,43 truliun. Sedangkan ORI025-T6 mencapai Rp 4,55 triliun.
Baca Juga: Belum Capai Target, Penjualan ORI025 Lambat Dipengaruhi Faktor Pemilu
Dari data tersebut menunjukkan bahwa minat investor lebih tinggi terhadap ORI025-T3 tenor 3 tahun, dibandingkan dengan ORI025-T6 tenor 6 tahun. Untuk itu, pemerintah menambah kuota pemesanan dari semula hanya Rp 15 triliun menjadi Rp 20 triliun.
Sementara itu, kuota pemesanan ORI025-T6 tenor 6 tahun kuotanya dikurangi dari yang semula sebanyak Rp 10 triliun menjadi hanya Rp 5 triliun.
Tercatat penjualan ORI025 memang masih di bawah kuota awal yang ditetapkan sebesar Rp 25 triliun. Namun demikian, penjualan itu telah melampaui seri sebelumnya yaitu, ORI024 yang hanya terjual sebesar Rp 14,5 triliun pada tahun 2023.
Sebelumnya, Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Deni Ridwan mengungkapkan, penjualan ORI025 ini progres penjualannya lebih lambat dibandingkan seri ORI024.
Menurutnya, terdapat beberapa hal yang mempengaruhi perlambatan tersebut. Di antaranya yaitu, adanya libur panjang Imlek 2024, karena tiap kali memasuki waktu libur panjang penjualan akan lebih sedikit dibandingkan dengan hari biasanya.
Kemudian, faktor selanjutnya yaitu, adanya Pemilihan Umum (Pemilu) yang membuat banyak investor bersikap wait and see, sampai pemilu selesai dan bagaimana hasilnya.
Selain itu, investor yang bersikap wait and see juga karena adanya kebijakan tingkat suku bunga di Amerika Serikat (AS). Pasalnya, hal tersebut diperkirakan akan berpengaruh juga ke kebijakan tingkat suku bunga dalam negeri.
"Memang penurunan tingkat suku bunga di AS ini diprediksi akan lebih lambat dari perkiraan sebelumnya," kata Deni
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News