Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pemerintah bakal menggelar lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) alias sukuk negara pada Selasa (20/10). Para analis menilai penawaran yang masuk dalam lelang kali ini akan berkisar Rp 4 triliun – Rp 6 triliun.
Situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menyebutkan, ada tiga seri yang akan dilelang. Pertama, seri SPN-S 07042016 dengan imbalan diskonto yang akan jatuh tempo pada 7 April 2016. Instrumen ini beraset dasar Barang Milik Negara (BMN) berupa tanah dan bangunan.
Kedua, Project Based Sukuk (PBS) seri PBS006 dengan imbalan 8,25% yang jatuh tempo pada tanggal 16 September 2020. Ketiga, seri PBS009 dengan imbalan 7,75% yang tenggat waktunya 25 Januari 2018. Kedua seri PBS tersebut beraset dasar proyek atau kegiatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara – Perubahan (APBN-P) tahun 2015.
Lelang berlangsung mulai pukul 10.00 WIB hingga 12.00 WIB. Setelmen jatuh pada tanggal 22 Oktober 2015.
Analis Sucorinvest Central Gani Ariawan memprediksi, lelang sukuk pekan depan akan memperoleh kelebihan penawaran alias oversubscribe dua hingga tiga kali dari target indikatif sebesar Rp 2 triliun.
Alasannya, tekanan pasar surat utang dalam negeri mulai mereda. Spekulasi kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat alias The Fed menyusut pasca rilisnya data ekonomi Negeri Paman Sam yang kurang mengkilap.
Kondisi tersebut disusul oleh aksi pemerintah menerbitkan empat paket kebijakan ekonomi. Kondisi tersebut disambut oleh penguatan rupiah yang melaju ke level Rp 13.000-an.
“Hal ini dimanfaatkan oleh investor untuk masuk ke pasar surat utang negara. Imbal hasil sukuk yang umumnya lebih tinggi juga menarik investor,” tukasnya.
Likuiditas sukuk memang lebih minim ketimbang Surat Utang Negara (SUN). Wajar apabila yield sukuk ditetapkan lebih besar ketimbang surat utang konvensional.
Ariawan menyarankan para investor untuk meminta yield yang kompetitif agar dapat memperoleh sukuk di pasar primer. Sebab, pemerintah hampir memenuhi target penerbitan surat utang tahun 2015. Sehingga pemerintah tak lagi mengejar nominal, melainkan kualitas lelang.
“Bargaining power pemerintah lebih besar. Kalau investor minta yield yang tinggi, tidak bakal dimenangkan pemerintah,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News