Reporter: Olfi Fitri Hasanah | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah kembali menggelar lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada pembuka semester II-2017, Selasa (4/7). Berdasarkan keterangan resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, lelang sukuk tersebut berlangsung sepi dengan meraup total penawaran hanya sebesar Rp 7,82 triliun.
Angka tersebut tercatat sebagai yang paling rendah dibanding lelang-lelang sebelumnya. Jumlah tersebut juga lebih rendah dari total penawaran yang masuk saat lelang sukuk dua pekan sebelumnya yakni Rp 8,65 triliun. Artinya, ada selisih sebesar Rp 830 miliar.
Jumlah yang dimenangkan pun turut menyusut 45% dari lelang SBSN terakhir. Pada lelang sukuk hari ini, pemerintah hanya menyerap dana Rp 1,66 triliun dari lima seri yang ditawarkan. Lebih rendah sebesar Rp 1,36 triliun dibanding lelang sukuk sebelumnya yang menyerap hingga Rp 3,03 triliun.
Kelima seri tersebut terdiri dari, pertama, seri SPNS05012018 yang jatuh tempo pada 5 Januari 2018 dengan yield rata-rata yang dimenangkan 5,52%. Seri bertenor pendek ini paling laku dengan jumlah penawaran masuk sebesar Rp 3,54 atau 45,27% dari total penawaran. Seri ini pun mendominasi porsi penyerapan dana yakni Rp 870 miliar atau sekitar 52,41% dari keseluruhan nominal yang dimenangkan.
Kedua, PBS013 menyerap dana sebesar Rp 260 miliar atau 15,66% dari total dana yang diserap pemerintah. Seri obligasi ini akan jatuh tempo pada 15 Mei 2019 dengan yield rata-rata tertimbang yang dimenangkan yakni 6,86%.
Ketiga, seri PBS014 yang kadaluarsa pada 15 Mei 2021 dengan yield rata-rata tertimbang yang dimenangkan sebesar 7,1% menyerap dana Rp 535 miliar atau setara dengan 32,23% dari total yang dimenangkan.
Sementara itu, seri, PBS011 dengan tanggal jatuh tempo 15 Agustus 2023 dan PBS012 yang jatuh tempo pada 15 November 2031 tidak menyerap dana sama sekali kendati seri PBS012 mengumpulkan penawaran ketiga tertinggi di antara seri lainnya.
Menurut Analis Fixed Income I Made Adi Saputra, iklim lelang kali ini tidak jauh berbeda dengan lelang akhir Juni lalu. Langkah wait and see yang dilakukan investor dinilai sebagai faktor utama penyebab sepinya lelang.
Tidak hanya penawaran yang menyusut, nominal yang dimenangkan pun turut mengecil. Made mengamati, hal tersebut dilakukan pemerintah untuk menunjukkan kepada investor bahwa pertimbangan utama dalam lelang adalah upaya menekan yield “Pemerintah ingin menunjukkan, volume penawaran bukan prioritas, tapi lebih pada menekan yield,” ujar Made saat dihubungi KONTAN.
Padahal, kalau dilihat dari sisi kebutuhan penyerapan dana di kuartal III, pemerintah menargetkan pendapatan dari lelang sebesar Rp 147,5 triliun. “Dengan asumsi lelang SBSN 6 kali pada kuartal III nanti, maka diperkirakan semestinya dana yang diserap mencapai Rp 5 triliun,” tambahnya .
Ia menilai, kondisi demikian akan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah sebagaimana terjadi pada kuartal II lalu. Maksudnya, peluang tidak tercapainya penyerapan dana dari lelang akan terbuka lebar.
Ke depannya, Made memprediksi sukuk tenor pendek masih akan mencari incaran investor. Penyebabnya yakni tren penurunan yield, sehingga mayoritas investor SBSN mengejar likuiditas. “Sepertinya investor belum mau masuk tenor panjang sementara ini,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News