Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja emiten properti diproyeksi tetap positif hingga akhir tahun. Katalis positif pendukung kinerja di antaranya pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia hingga perpanjangan perpanjangan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP).
Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia mengatakan, prospek sektor properti di semester II-2025 relatif positif berkat kombinasi stimulus moneter dan fiskal. Pemangkasan BI Rate ke 4,75% menurunkan biaya dana, sementara perpanjangan PPN-DTP hingga 2026 meringankan harga jual unit dibawah Rp 5 miliar.
Kemudian, tambahan subsidi bunga KPR melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 65 tahun 2025 sebesar 5,5%–10% semakin memperluas akses pembelian bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan kelas menengah.
“Paket kebijakan ini diproyeksikan memperbaiki konversi leads ke akad KPR, terutama di segmen rumah tapak menengah dan subsidi,” ujar Liza kepada Kontan, Jumat (26/9).
Baca Juga: Tak Ada September Effect Tahun Ini, Begini Proyeksi IHSG Sampai Akhir 2025
Ismail Fakhri, Analis BRI Danareksa Sekuritas mengatakan, insentif PPN properti meningkatkan permintaan dengan mengurangi masalah keterjangkauan.
Ini tercermin dari peningkatan kontribusinya terhadap pra-penjualan yakni 31% dari pra-penjualan pada semester I – 2025 dan membantu pencapaian secara keseluruhan tetap berada di jalur yang tepat menuju target tahun 2025.
“Kami yakin kebijakan ini akan terus mendukung pertumbuhan pra-penjualan tahun depan,” ujar Ismail dalam risetnya Kamis (25/9).
Selain insentif PPN, Ismail melihat pendorong lain untuk mendukung pertumbuhan pra-penjualan dari potensi peningkatan likuiditas. Hal itu seiring pemerintah memberikan dukungan melalui penempatan dana di bank untuk menurunkan biaya dana.
Tren historis menunjukkan hubungan yang relatif linear antara likuiditas keseluruhan dan prapenjualan. Ini juga disebabkan oleh fakta bahwa hipotek tetap menjadi produk pinjaman konsumsi rumah tangga utama, yang mendorong bank untuk menyalurkan kredit selama likuiditas mencukupi, terutama di tengah pergeseran profil pembeli ke arah pengguna akhir.
“Risiko mungkin timbul dari meningkatnya NPL, namun pemeriksaan kami dengan perusahaan menunjukkan bahwa sebagian besar kasus terjadi di pasar kelas bawah dengan ukuran bangunan kurang dari 21m², di mana pemain yang terdaftar memiliki eksposur prapenjualan yang minimal,” jelas Ismail.
Baca Juga: IHSG Diprediksi Menguat Terbatas untuk Perdagangan Senin (29/9)
Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia Harry Su menilai kinerja saham – saham properti tetap solid yang terbantu oleh perpanjangan diskon PPN. Akan tetapi pertumbuhannya mungkin tidak akan setingi tahun lalu. Perusahaan properti mungkin akan melihat penurunan margin mengingat proporsi penjualan rumah di bawah Rp 5 miliar meningkat.
Harry juga menyoroti tingkat suku bunga KPR saat ini berada pada level yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2024. Mengingat sebagian besar transaksi rumah dilakukan melalui pembiayaan KPR, Harry menilai bahwa dampak positif dari insentif PPN 100% mungkin tidak akan sebesar tahun sebelumnya.
“Dengan demikian, arah kebijakan suku bunga KPR ke depan akan menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan,” ujar Harry.
Sementara Liza melihat tantangan tetap ada dari sisi pelemahan rupiah, risiko fiskal, serta keberlanjutan demand setelah masa subsidi berakhir. Namun, selama implementasi subsidi berjalan efektif, penjualan developer township besar seperti CTRA, BSDE, SMRA, dan PWON berpotensi membaik.
“Sentimen pasar akan banyak ditentukan oleh stabilitas rupiah, laju penyaluran kredit, dan keberhasilan program 3 juta rumah,” terang Liza.
Secara investasi, Liza mengatakan, saham properti utama tetap atraktif dengan rekomendasi Buy CTRA dengan target harga Rp 1.120 per saham, BSDE dengan target harga Rp 1.200 per saham, PWON dengan target harga Rp 480 per saham, dan SMRA dengan target harga Rp 535 per saham.
Sedangkan Harry merekomendasikan Buy saham PT Sentul City Tbk (BKSL) dengan target harga Rp 200 per saham.
Baca Juga: Prediksi IHSG dan Rekomendasi Saham, Senin (29/9/2025)
Sementara Ismail mempertahankan peringkat OW (overweight) untuk sektor properti karena valuasi semua pengembang masih diperdagangkan dengan diskon besar dibandingkan dengan lima tahun historis.
Meskipun menunjukkan peningkatan ROE (return on equity) secara bertahap, kinerja pra-penjualan, dan kualitas neraca.
Urutan peringkat sektor berdasarkan bauran harga Rp 1 miliar – Rp 5 miliar (tingkat permintaan pengguna akhir yang diharapkan), eksposur perumahan tapak, diversifikasi lokasi, dan kekuatan aset ritel untuk memitigasi pra-penjualan yang lemah.
Ismail merekomendasikan Buy saham CTRA, PWON, SMRA, BSDE dengan target harga masing – masing Rp 1.600 per saham, Rp 640 per saham, Rp 800 per saham, dan Rp 1.450 per saham.
Selanjutnya: Sepuluh Juta Orang Mencari Pekerjaan Setiap Tahun
Menarik Dibaca: 8 Tips Feng Shui Kamar Tidur untuk Hubungan Lebih Harmonis dan Intim
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News