Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
Jika kondisi ini terus berlarut-larut, Faisyal menilai Arab dan Rusia berpotensi untuk membatalkan niatnya untuk kembali memangkas produksi sebanyak 9,7 juta bph pada Juli.
“Hal ini tentu akan membuat kondisi oversupply kembali terjadi, ditambah lagi pemulihan global juga sejauh ini belum menunjukkan kembalinya permintaan secara signifikan. Sehingga ini akan berpeluang membuat harga minyak WTI kembali jatuh,” tambah dia.
Harga minyak WTI juga mendapat tekanan setelah cadangan bensin di Amerika Serikat (AS) berlimpah. Selain itu, bayang-bayang ketegangan antara AS dan China juga masih menghantui pergerakan minyak.
Baca Juga: Harga batubara mulai atraktif, simak saham pilihan untuk pekan ini
Dengan kondisi saat ini, Faisyal memproyeksikan secara jangka pendek, minyak WTI akan mungkin masih betah berada di level US$ 30-an per barel. Terlebih naiknya harga minyak WTI belakangan juga dinilai sudah terlalu tinggi.
“Untuk sepekan ke depan, harga minyak WTI akan volatil dan rantangnya cukup lebar, berkisar US$ 25 - US$ 45 per barel. Kuncinya tentu ada di pertemuan OPEC+, jika kesepakatan berhasil harga minyak WTI akan naik, namun jika tidak ada kunjung kesepakatan maka yang terjadi sebaliknya,” pungkas Faisyal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News