Reporter: Yasmine Maghfira | Editor: Tendi Mahadi
Pada saat yang sama, Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee menyatakan sektor properti masih cukup baik. Hanya saja, daya beli masyarakat Indonesia masih belum pulih khususnya untuk sektor properti. Menurutnya permintaan masyarakat memang ada, tapi daya belinya yang kurang.
Di sisi lain, Hans menyatakan rasio LDR (Loan to Deposits Ratio) bank Indonesia sedang tinggi. Hal itu jadi membatasi bank untuk menurunkan kreditnya saat ini. Kendati demikian, Hans menilai prospek emiten properti masih menjanjikan.
Baca Juga: Serapan capex Polychem Indonesia (ADMG) masih 30%
Namun, dengan kondisi jika bank sudah menurunkan suku bunga kreditnya, serta ekonomi global juga membaik. "Apalagi jika harga komoditas mulai naik, maka sektor properti mulai menarik," kata Hans.
Sementara, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menyatakan lebih baik pelaku pasar dan investor menahan diri untuk melirik sektor properti. Alasannya karena daya beli masyarakat yang minim, dan belum adanya wacana perbankan untuk menurunkan suku bunga kreditnya.
Namun, Nico menilai di tengah kondisi tersebut, investor bisa masuk ke dalam sektor properti untuk jangka pendek dengan tujuan mengambil keuntungan yang singkat. Sedangkan untuk jangka panjang lebih baik wait and see.
Emiten yang baru IPO juga bisa menjadi pertimbangan. Nico merekomendasi membeli saham CTRA (anggota indeks Kompas100), dan BSDE (anggota indeks Kompas100) untuk jangka pendek. Namun, ia menekankan investor melihat berbagai perspektif salah satunya kinerja keuangan emiten.
Baca Juga: Harga CPO tumbuh lambat, begini prospek dan rekomendasi saham Astra Agro (AALI)
Hans juga menyatakan hal yang sama. Khusus emiten properti yang baru IPO, harus dilihat apakah proyek mereka berprogres atau tidak.
Hans merekomendasi kalau untuk jangka panjang, investor bisa beli dari sekarang. Sebagai contoh saham BSDE dengan target harga Rp 1.620 per saham, serta PWON (anggota indeks Kompas100) di target harga Rp 790 per saham.