Reporter: Arvin Nugroho | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagian harga komoditas logam industri pada pekan lalu kembali koreksi setelah sempat membaik. Faktor teknikal menjadi alasan harga komoditas logam industri terkoreksi.
Sebagai informasi, harga logam industri jenis timah dan tembaga yang tercatat di London Metal Exchange (LME) kompak turun sepanjang pekan kemarin. Harga timah melemah 1,20% di posisi US$ 14.890 per ton. Sedangkan harga tembaga melemah 1,39% di posisi US$ 5,139 per metrik ton.
Sementara itu, harga nikel berhasil menguat 1,66% di posisi US$ 12.246 per ton di akhir pekan lalu.
Analis Central Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan, faktor teknikal menjadi pengaruh utama terkoreksinya harga mayoritas logam industri pada pekan lalu. Sebab harga menunjukkan telah mencapai level yang cukup tinggi di pekan sebelumnya sehingga wajar bila mengalami koreksi.
Baca Juga: Tren pemulihan pasar batubara diprediksi baru bisa terlihat setelah bulan Juni
Kendati demikian, tren bearish pada logam industri masih terjadi hingga saat ini. Itu tak terlepas dari ancaman resesi global akibat penyebaran virus corona. Imbasnya, komoditas logam industri pun ikut melemah.
Wahyu menyebut, membaiknya harga pada awal April dipengaruhi oleh faktor rebound karena harga yang sudah mencapai level terendahnya. “Saat ini, semua masih dalam tren bearish sehingga setiap kenaikan akan rentan tertekan kembali,” lanjut dia.
Meski roda perekonomian China mulai aktif kembali, Direktur Utama PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim juga menilai harga komoditas logam industri masih akan sulit untuk menguat. Sebab, berbagai negara masih memfokuskan pada penanganan virus corona dan dalam posisi lockdown.
Di samping itu, Ibrahim melihat penurunan harga logam industri pekan sebelumnya juga dipicu oleh anjloknya harga minyak dunia. Seperti diketahui, harga minyak dunia di pekan lalu bergerak tak biasa setelah sempat menyentuh harga di bawah US$ 0 per barel.
Dari ketiga jenis logam tersebut, harga timah memiliki kondisi yang cukup baik setelah nikel. Itu tercermin dari tingkat persentase perubahan harga yang relatif kecil.
Wahyu mengatakan, timah memiliki stabilitas pasokan dan permintaan yang terbilang masih cukup terkendali. Terlebih dari kondisi pasokan relatif dalam kondisi yang baik, mengingat sumbernya dari Indonesia.
“Harga timah masih tertahan di konsolidasi dan level bawah tahun 2015,” kata Wahyu.
Kendati begitu, harga logam industri secara keseluruhan berpotensi untuk kembali menguat pada pekan ini meski hanya sementara. Wahyu melihat potensi menguat itu datang dari rencana sejumlah negara yang akan melonggarkan kebijakan lockdown dan membuka aktivitas perekonomian.
Baca Juga: Aturan tata niaga nikel domestik terbit, begini tanggapan asosiasi
Sebagai informasi, Italia melalui Perdana Menteri Giuseppe Conte mengumumkan akan membuka aktivitas perekonomiannya pada 4 Mei mendatang. Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga mengumumkan rencananya untuk membuka kembali perekonomian AS.
Selain itu, Ibrahim bilang stimulus yang digelontorkan oleh China untuk membantu bisnis logam industri sebesar 1 miliar yuan atau setara US$ 141,22 juta menjadi katalis positif untuk logam industri. Sehingga, logam industri dapat terangkat kembali. Hanya saja, akan menjadi signifikan apabila diikuti dengan dibukanya kebijakan lockdown di beberapa negara.
Itu disebabkan kebutuhan China untuk melakukan impor. Mengingat, impor nikel China pada bulan Maret turun 42,3%% secara tahunan. Hanya impor tembaga yang mengalami kenaikan tipis pada bulan Maret sebesar 1,03% secara tahunan. Kenaikan impor tembaga China sendiri dipengaruhi karena berhasil meningkatkan impor dari negara sumber alternatif.
Ibrahim mengatakan nikel dan tembaga masih memiliki prospek yang menjanjikan di waktu yang akan datang. Sebab, nikel menjadi salah satu bahan dasar untuk membangun mobil listrik. Sehingga, harga nikel berpotensi untuk kembali terangkat, terlebih setelah virus korona telah usai. Prediksi Ibrahim harga nikel akan kembali normal pada kuartal III dan IV tahun 2020.
Sementara untuk harga tembaga, juga didukung dengan adanya pemangkasan biaya produksi sebesar 18% atau setara US% 1,3 miliar oleh PT Freeport McMoran sebagai upaya menahan jatuhnya harga tembaga akibat virus corona.
“Harga logam industri kemungkinan akan merangkak pada kuartal III dan IV serta akan kembali normal pada tahun 2021,” kata Ibrahim.
Baca Juga: Hingga sore, harga emas spot masih turun di US$ 1.722,14 per ons troi
Wahyu memprediksi harga timah untuk periode jangka pendek dan menengah masih akan menantang. Tetapi, secara jangka panjang memiliki prospek yang cukup cerah sehingga berpotensi untuk kembali menguat. Apalagi didukung dengan adanya teknologi terbaru. Imbasnya, konsumsi timah dari sektor solder juga akan mengalami peningkatan.
Di samping itu, adanya kesepakatan pemangkasan produksi timah antara China dan Indonesia sebesar 30.000 ton yang telah disetujui pada akhir tahun 2019 juga menjadi sentimen positif untuk harga timah ke depan.
Berkaca dari kondisi tersebut, Wahyu memprediksi harga timah pada kuartal II akan bergerak di kisaran US$ 12.000 – US$ 18.000 per ton. Sedangkan harga tembaga pada kuartal II akan bergerak di kisaran US$ 4.000 – US$ 6.600 per metrik ton.
Ibrahim memprediksi harga nikel pada kuartal II akan bergerak di kisaran US$ 11.300 – US$ 13.500 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News