Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah di pasar spot melemah 0,30% dalam sepekan ke level Rp 15.375 per dolar Amerika Serikat (AS) hingga Jumat (22/9). Sedangkan kurs rupiah Jisdor melemah 0,17% ke Rp 15.383 per dolar AS dalam sepekan.
Analis Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong mengatakan, pelemahan rupiah dalam sepekan disebabkan oleh sikap antisipasi investor terhadap hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC). Pertemuan ini berakhir dengan sikap yang lebih hawkish dari The Fed yang menguatkan dolar AS dan menekan rupiah.
Untuk pekan depan, Lukman memprediksi rupiah masih akan tertekan. "Dengan absennya data ekonomi penting domestik, investor akan mengantisipasi data inflasi PCE AS yang diperkirakan masih akan bertahan tinggi," kata Lukman, Jumat (22/9).
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede justru memperkirakan, rupiah berpotensi menguat terbatas di tengah rilis beberapa data ekonomi AS seperti new home sales, consumer confidence, dan personal spending yang diprediksi cenderung menurun. Namun, rilis data pertumbuhan ekonomi AS kuartal II-2023 dan durable goods order diperkirakan meningkat.
Baca Juga: Investor SBN Beralih ke Obligasi Tenor Pendek, Imbas Sinyal Kebijakan The Fed Hawkish
Sejalan dengan investor yang menantikan rilis data ekonomi AS tersebut, Josua mengestimasi rupiah berpotensi bergerak di kisaran Rp 15.325-Rp 15.400 per dolar AS. Sementara menurut Lukman, pergerakan rupiah pada pekan depan akan berada di rentang Rp 15.300-Rp 15.500 per dolar AS.
Pada perdagangan terakhir kemarin, rupiah bergerak sideways pada hari ini (22/9) di tengah keputusan rapat bank sentral global dalam dua hari terakhir. Swiss National Bank (SNB) dan Bank of England (BoE) secara mengejutkan mempertahankan suku bunganya pada Kamis (21/9). Kemudian, Bank of Japan (BoJ) mempertahankan suku bunganya pada Jumat (22/9) tanpa memberikan sinyal perubahan arah kebijakan moneter.
Di awal pekan pun, ketika sentimen risk-off menguat akibat kekhawatiran China, rupiah cenderung melemah terbatas.
"Di sisi lain, terbatasnya dampak The Fed cenderung disebabkan oleh tidak adanya perubahan signifikan untuk proyeksi di jangka pendek sehingga sinyal 'higher for longer' dari Fed tidak mendorong kenaikan volatilitas rupiah," tutur Josua, Jumat (22/9).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News