Reporter: Dupla Kartini | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Minyak mentah bergerak terbatas sepekan kemarin. Di akhir pekan (30/7), harga emas hitam ini bertengger di US$ 78,95 per barel, turun tipis dibandingkan pekan sebelumnya di US$ 78,98 per barel.
Pada perdagangan akhir pekan lalu itu, harga minyak sempat jatuh ke US$ 76,83 per barel. Penurunan ini diduga karena pasar mulai mengantisipasi rilis data pertumbuhan ekonomi (PDB) Amerika Serikat (30/7). Untungnya, kendati rilis PDB AS di bawah prediksi, para pelaku pasar tetap memberi apresiasi positif.
Pada kuartal II lalu, PDB AS melambat menjadi 2,4%. Namun, AS juga merevisi PDB kuartal I-2010 dari 2,7% menjadi 3,7%. Makanya, respon pasar cukup bagus terhadap perkembangan ekonomi negara adidaya ini.
Sentimen makin positif menyusul data Institute of Supply Management yang menyebut , aktivitas bisnis AS selama Juli 2010 meningkat melampaui prediksi. "Hasil ini benar-benar kejutan, minyak mentah mulai berangsur-angsur semakin positif," ujar Matt Smith, analis komoditas dari Summit Energy Inc, di Kentucky, seperti dikutip Bloomberg, Jumat (30/7).
Analis Indosukses Futures Herry Setyawan menilai, kecenderungan positifnya harga minyak mentah sepekan kemarin dipengaruhi optimisme di pasar saham.
Sementara Analis Askap Futures Ibrahim menyebut, dampak dari meledaknya kilang minyak di China sepekan kemarin menjadi spekulasi yang menyebabkan naiknya harga minyak. "Apalagi Federal Reserves (The Fed) mempertahankan suku bunganya, sehingga dollar AS melemah, yang mendukung naiknya harga komoditas," urainya.
Faktor China
Namun, para analis meramal pekan ini, harga minyak cenderung jatuh. Sebab pekan lalu data cadangan minyak AS meningkat 7,31 juta barel menjadi 360,8 juta barel. Ini seiring meningkatnya impor hingga 12%, menjadi 11,2 juta barel.
Di sisi lain, produksi minyak Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) naik untuk ketiga kalinya selama empat bulan terakhir hingga Juli. Produksi minyak OPEC naik 0,3% atau sebanyak 80.000 barel menjadi 29,24 juta barel per hari dari posisi Juni di 29,16 juta barel per hari.
Analis untuk perbankan di AS, Lawrence Eagles, seperti dikutip Bloomberg (31/7), menyebut, ke depan, harga minyak akan lebih rendah dan lebih ketat. "Ini mengacu pada pertumbuhan ekonomi, efisiensi energi dan kerasnya pendirian OPEC," imbuhnya.
Henry Wang, Konsultan Energi Beijing Gate International Ltd, kepada Bloomberg (31/7) mengatakan, tekanan pada harga minyak terjadi karena ada peningkatan efisiensi energi dan energi terbarukan di China.
Menurut Wang, pergerakan harga minyak sepekan ini akan cenderung konsolidasi di kisaran US$ 75-US$ 80 per barel. Pasar minyak masih akan mengikuti pergerakan pasar saham. "Laporan keuangan masih bisa menjadi bahan bakar bagi bursa saham, sehingga minyak masih mungkin naik," kata Herry.
Namun, karena banyak data ekonomi penting bakal dirilis AS, maka pasar akan memperhatikan setiap data dari negara konsumen minyak terbesar ini. Setelah PDB dinyatakan melambat di kuartal kedua, data ketenagakerjaan AS merupakan data krusial selanjutnya yang menjadi petunjuk bagi pelaku pasar.
Ibrahim memprediksi, di awal minggu ini, minyak mentah masih berpeluang naik menuju US$ 80 per barel. Kenaikan ini didorong potensi positif pasar saham dan ledakan kilang minyak di China, pekan lalu. Tapi, lanjutnya, setelah naik, harga minyak akan terkoreksi menyentuh US$ 75 per barel. Salah satu pemicunya, adalah lemahnya Purchasing Managers Index dan indeks produksi China.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News