Reporter: Ferrika Sari | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menegaskan peringkat idAAA(sf) untuk Sertifikat EBA-SP SMF-BTN05 Kelas A dan peringkat idA(sf) untuk Sertifikat EBA-SP SMF-BTN05 Kelas M yang diterbitkan oleh PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF melalui skema surat partisipasi (SP).
Hingga 31 Agustus 2020, total nilai aset kumpulan yang masih beredar sebesar Rp 1.781,2 miliar, terdiri dari Kelas A sebesar Rp 1.497,2 miliar, Kelas M sebesar Rp 24,0 miliar, dan Kelas B yang tidak diperingkat sebesar Rp 260,0 miliar. Kelas M dan Kelas B masing-masing merepresentasikan 1,2% dan 13,0% dari total kumpulan aset awal sebesar Rp 2,0 triliun.
Pefindo menyebut, idAAA merupakan peringkat tertinggi dan kemampuan obligor untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka panjang atas efek utang tersebut adalah superior dibandingkan obligor lain.
Baca Juga: Pefindo tegaskan peringkat obligasi Adira Finance di level idAAA
"Akhiran (sf) memiliki makna peringkat adalah untuk transaksi keuangan terstruktur. Efek utang dengan peringkat idA juga mengindikasikan kemampuan obligor untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang atas efek utang tersebut adalah kuat," kata Pefindo, dalam keterangan resmi, Rabu (7/10).
Meski demikian, kemampuan obligor mungkin akan terpengaruh perubahan kondisi ekonomi dibandingkan efek utang dengan peringkatnya lebih tinggi. Adapun Akhiran (sf) berarti peringkat atas transaksi keuangan yang terstruktur.
Peringkat tersebut mencerminkan profil yang baik dari aset yang disekuritisasi dengan rasio utang terhadap nilai jaminan atawa loan to value (LTV) yang rendah, profil yang kuat dari penyedia jasa (servicer), dan penguatan kredit (credit enhancement) untuk EBA-SP Kelas A dalam bentuk kelas subordinasi (Kelas M dan Kelas B), dan cadangan likuiditas.
"Peringkat tersebut dibatasi oleh adanya porsi kredit kolektibilitas tidak lancar di dalam portofolio aset yang disekuritisasi dan rasio cicilan terhadap penghasilan atau debt to income (DTI) yang di bawah rata-rata," jelas Pefindo.
Pefindo juga menyadari bahwa profil kredit EBA-SP SMF-BTN05 dapat tertekan akibat penyebaran Covid-19. Hal ini mempengaruhi kondisi perekonomian secara signifikan dan berakibat pada kemampuan debitur dalam memenuhi kewajiban keuangannya.
Selain itu, skema relaksasi melalui POJK 11/POJK.03/2020 dapat menekan arus kas yang berasal dari kumpulan KPR yang disekuritisasi. Jika tidak dikelola dengan baik dapat meningkatkan risiko likuiditas terhadap kewajiban keuangan termasuk biaya senior dan pembayaran kupon terhadap pemegang efek.
Saat ini perusahaan sedang mempelajari rencana penambahan dukungan kredit untuk mengantisipasi potensi pemburukan yang berkelanjutan dari pool yang disekuritisasi akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Tujuannya untuk menjaga profil risiko EBA sesuai dengan peringkat yang sudah ditetapkan.
Baca Juga: Pefindo tegaskan peringkat idA+ untuk Bank Sulselbar
"Pefindo akan terus memantau dampak penyebaran Covid-19 terhadap kumpulan KPR yang disekuritisasi, skenario arus kas yang memungkinkan, dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban keuangan secara penuh dan tepat waktu kepada pemegang efek," jelas Pefindo.
Sebagai informasi, PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau Bank BTN bertindak sebagai kreditur awal (originator) yang menjual 16.476 KPR dalam satu portofolio kepada SMF, kemudian diterbitkan EBA-SP.
Sementara, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau Bank BRI ditunjuk oleh SMF sebagai wali amanat dan bank kustodian untuk transaksi tersebut.
Selanjutnya: Penerbitan surat utang korporasi sektor energi dan tambang sudah lampaui tahun lalu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News