Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Noverius Laoli
Fikri menambahkan jumlah surat utang yang jatuh tempo di tahun depan juga lebih tinggi, sekitar Rp 126,4 triliun. Aksi refinancing korporasi akan membantu pertumbuhan surat utang korporasi.
Selain itu, munculnya green bond juga mendukung pertumbuhan surat utang korporasi karena instrumen tersebut mulai dicari investor. Pilihan korporasi dalam menerbitkan surat utang pun makin beragam.
Baca Juga: Berkat Obligasi, Reksadana Pasar Uang Masih Memberikan Cuan
Desmon memproyeksikan, penyerapan atas penerbitan surat utang di tahun depan akan lancar. Apalagi, bila volatilitas pasar saham masih tinggi, minat investor pada pasar surat utang akan tinggi.
Fikri juga mengatakan tidak ada perubahan permintaan yang signifikan di tahun depan. Bahkan, permintaan surat utang korporasi oleh investor asing meningkat dari 5,9% di tahun lalu menjadi 6,5% per Agustus 2019.
"Selain asing terus tambah kepemilikan di surat utang pemerintah, asing juga mulai tertarik dengan obligasi korporasi yang risikonya sudah bisa terukur," kata Fikri.
Di tahun ini, rating surat utang korporasi membaik. Di tahun lalu porsi surat utang korporasi dengan rating AAA mencapai 45%, rating AA porsinya 21,6% dan rating A porsinya 28,7%.
Baca Juga: Perusahaan pembiayaan sudah terbitkan surat utang Rp 47,84 triliun per Oktober 2019
Namun, hingga Oktober porsi surat utang dengan rating AAA naik ke 54%, rating AA porsinya turun ke 19,7% dan rating A porsinya 20,3%.
Kualitas surat utang korporasi juga terus meningkat terlihat dari nilai default rate yang berada di 0,9% di 2018 "Ini jauh lebih rendah dari NLP perbankan," kata Fikri. Di akhir tahun ini, Fikri memproyeksikan default rate bisa turun ke 0,7%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News