Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Masa kelam komoditas logam industri tahun 2015 turut membayangi aluminium. Lantaran minimnya permintaan, pasokan aluminium global melimpah sehingga menekan harga.
Mengutip Bloomberg, Selasa (29/12) pukul 12.16 WIB, harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange turun tergelincir 1,3% dibanding sehari sebelumnya ke level US$ 1.513 per metrik ton. Sepanjang tahun ini, aluminium telah terjungkal hingga 18,3%.
Pengamat Komoditas SoeGee Futures, Ibrahim menuturkan, isu perlambatan ekonomi global serta kenaikan suku bunga The Fed menjadi fokus utama pergerakan harga aluminium. Pada kuartal II-2015 China menggelontorkan stimulus ekonomi sehingga mengangkat sentimen positif bagi harga aluminium. Oleh karena itu, harga aluminium mencatat level tertinggi di US$ 1.978 per metrik ton pada awal Mei 2015.
Sayangnya, stimulus ekonomi China sempat terhenti setelah Yunani mengalami krisis ekonomi. "Data manufaktur China mencatat kontraksi, sedangkan pertumbuhan ekonomi semakin melambat," papar Ibrahim. Harga aluminium pun kembali merosot. Apalagi, spekulasi kenaikan suku bunga The Fed semakin kencang berdengung.
Pada tanggal 23 November lalu, aluminium mencatat level terendah sejak 2009 yakni US$ 1.435,5 per metrik ton di tengah ancaman kelebihan pasokan global akibat kurangnya permintaan.
Sebagai respon atas melemahnya harga, produsen aluminium di China dan Rusia sepakat untuk memangkas produksi. Hingga pertengahan Desember 2015, pengurangan produksi sudah mencapai 4,41 juta metrik ton. Namun demikian, dampaknya ke harga belum terlihat.
Ibrahim menduga, perbaikan harga akan mulai terasa di awal tahun 2016. Hal tersebut lantaran efek pemangkasan produksi mulai terasa. Tren pelemahan indeks dollar AS di awal tahun dapat menambah kekuatan pada harga aluminium.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News