kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,12   2,37   0.26%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasokan berlebih hantui emiten kebun


Senin, 11 Desember 2017 / 07:50 WIB
Pasokan berlebih hantui emiten kebun


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun depan, harga crude palm oil (CPO) diprediksi masih akan melandai. Selain masih dibayangi kondisi kelebihan pasokan alias oversupply, sejumlah sentimen global juga akan mempengaruhi harga CPO.

Sepanjang tahun ini saham emiten perkebunan pun masih terkoreksi 13,63%. Bahkan sektor ini menjadi salah satu penggerus IHSG.

Arie Raymond, Investor Relation PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), mengatakan, tahun depan memang ada potensi kenaikan volume CPO. Apalagi, curah hujan di Kalimantan Tengah sepanjang tahun ini cukup baik. "Tidak ada El Nino berkepanjangan," kata Arie kepada KONTAN, Sabtu (9/12).

Saat ini, wilayah operasional SSMS terpusat di Kalimantan Tengah. Sampai Juni 2017, SSMS memiliki kebun dengan tanaman menghasilkan seluas 62.883 hektare (ha).

Arie menyatakan, pola operasional pengelolaan kebun SSMS menyesuaikan dengan pola cuaca setiap tahunnya. "Sehingga produksi FFB (fresh fruit bunch) tetap tumbuh positif," lanjut dia.

Pajak impor

Thennesia Debora, Analis BNI Sekuritas, masih memberikan outlook netral pada sektor perkebunan. Sebab, masih ada beberapa tantangan yang dihadapi sektor ini. "Isu negatifnya masih soal kondisi oversupply, bea masuk CPO di India yang naik menjadi 15% dan pembatasan impor CPO Eropa," jelas dia.

Selain itu, rilis data ekspor Malaysia yang menurun juga memperkuat isu oversupply. Hal ini menandakan adanya lonjakan produksi CPO.

Edward Lowis, Analis UOB Kay Hian, mengatakan, kenaikan pajak impor India untuk minyak nabati, termasuk CPO dan minyak sawit olahan, dapat berdampak jangka pendek bagi emiten kebun, termasuk PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). "Kenaikan pajak kemungkinan akan membuat volume penjualan minyak sawit olahan lebih rendah mulai awal tahun depan," ujar Edward dalam riset Kamis (7/12).

Apalagi, China dan India merupakan konsumen terbesar produk hilir AALI. "Penjualan minyak sawit olahan AALI biasanya mencapai 30%–35% dari total volume penjualan," sebut Edward. Namun, dia berharap sentimen ini hanya bertahan jangka pendek. Pasalnya, India tetap harus memenuhi permintaan yang masih tinggi.

Karena itu, Edward memprediksi AALI akan mengalami penurunan laba bersih sebesar 14,59% year on year (yoy) pada tahun depan menjadi Rp 1,66 triliun. Atas kondisi tersebut, dia menurunkan rekomendasi AALI menjadi sell dengan target harga Rp 12.000 per saham. Target harga itu mencerminkan price to earning ratio (PER) tahun depan 14 kali.

Sementara itu Thennesia masih memperkirakan harga CPO tahun ini dan tahun depan berada di kisaran RM 2.700 per metrik ton. Di antara beberapa emiten sawit, ia merekomendasikan buy saham LSIP dengan target harga Rp 1.920 dan buy AALI dengan target harga Rp 19.100 per saham. "Nantinya kami akan review ulang untuk kinerja tahun depan," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×