kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pasar obligasi genting hingga semester I 2015


Selasa, 28 April 2015 / 19:56 WIB
Pasar obligasi genting hingga semester I 2015
ILUSTRASI. Ucapan Milad Muhammadiyah 2023.


Reporter: Dina Farisah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Ambruknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turut berimbas pada kondisi pasar obligasi dalam negeri. Obligasi diperkirakan masih rentan koreksi hingga semester I-2015.

Desmon Silitonga, analis obligasi PT Millenium Danatama Asset Management menjelaskan, koreksi pasar obligasi saat ini disebabkan oleh tingginya ketidakpastian global. Seperti diketahui, Bank Sentral AS (The Federal Reserve) memastikan akan menaikkan suku bunga pada tahun ini. Namun, waktu kenaikan suku bunga yang belum ditetapkan memunculkan spekulasi di kalangan pelaku pasar. Bahkan, perbedaan pandangan terkait waktu kenaikan suku bunga juga terjadi di internal The Fed.

“Kondisi ekonomi Eropa dan China juga kurang kondusif. Hal ini mengganggu perekonomian global,” ujar Desmon.

Menurutnya, pasar obligasi masih berpotensi tertekan hingga akhir Juni. Kondisi makro dalam negeri belum kunjung kondusif. Hal ini tercermin oleh melambatnya sektor manufaktur dan otomotif, di mana terjadi penurunan penjualan kendaraan. Laporan keuangan emiten kuartal I-2015 juga banyak yang menorehkan perlambatan laba. Ini berdampak pada kinerja IHSG dan rupiah. Di sisi lain, pelemahan rupiah juga isu yang sangat sensitif bagi investor asing. Pasalnya, porsi kepemilikan asing di surat utang negara (SUN) cukup besar. Guncangan terhadap rupiah akan menyumbang tekanan jual di obligasi.

Namun, meski demikian, Desmon meyakini tekanan pada pasar obligasi tidak akan berlanjut lebih dalam lagi. Sebab, pemerintah memiliki instrumen bernama bond stabilization framework (BSF). BSF ini memungkinkan Bank Indonesia melakukan intervensi dengan membeli SUN di pasar sekunder saat yield obligasi bergerak tidak wajar. Hal ini dapat menjaga volatilitas di pasar obligasi.

Melihat kondisi saat ini yang relatif terkendali, Desmon optimistis bahwa lembaga pemeringkat S&P masih akan mempertahankan peringkat utang Indonesia yakni BB+ dengan outlook positif. Menurutnya, belum ada alasan yang cukup kuat untuk memangkas peringkat utang Indonesia.

Hingga akhir tahun, Desmon melihat kondisi pasar obligasi kian membaik. Dengan asumsi inflasi di level 5%-5,5%, maka yield obligasi 10 tahun tergolong wajar apabila berada antara 7,5% hingga 7,7%. “Asalkan masih ada spread 1%-2% maka yield obligasi tetap dianggap menarik,” imbuh Desmon.

Kondisi makro juga turut menentukan nasib obligasi. Apabila pembangunan infrastuktur berjalan baik, dorongan investasi terus gencar dilakukan dan perbaikan regulasi memungkinkan kokohnya rupiah yang berujung pada positifnya pasar obligasi. Hal ini juga akan menurunkan CDS Indonesia secara perlahan.

Desmon memprediksi yield obligasi 10 tahun pada semester I-2015 akan berada di level 7,7%-7,8%. Sementara yield obligasi 10 tahun pada akhir tahun diperkirakan antara 7%-7,2%. Ini dengan catatan nilai tukar USD/IDR berada di bawah 13.000.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×