Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten produsen semen masih dihantui oleh tren melemahnya permintaan semen di dalam negeri, sehingga berdampak negatif bagi kinerja operasional dan keuangan mereka pada sisa tahun 2025.
merujuk laporan riset dari MNC Sekuritas, konsumsi semen nasional mengalami kontraksi sebesar 4,6% year on year (yoy) pada Mei 2025. Penurunan ini sangat dipengaruhi oleh anjloknya penjualan semen curah sebesar 5,8% yoy pada bulan yang sama, di mana wilayah Luar Jawa mencatatkan pelemahan penjualan semen curah mencapai 17,4% yoy seiring perlambatan kegiatan proyek IKN Nusantara.
Volume penjualan semen kantong juga terkoreksi 4,1% yoy pada Mei 2025 akibat tekanan daya beli masyarakat serta perpanjangan masa libur Idulfitri dan cuti bersama bulan Mei lalu.
"Dua bulan setelah musim Lebaran, permintaan semen domestik masih relatif lesu, karena terbebani oleh hambatan makro yang terus berlanjut dan kondisi cuaca hujan yang berkepanjangan di beberapa wilayah," tulis Research Analyst MNC Sekuritas Muhammad Rudy Setiawan dalam riset 30 Juni 2025.
Dia juga menyoroti stimulus fiskal dari pemerintah dan program tiga juta rumah tangga yang belum menghasilkan pemulihan yang konkret di industri konstruksi dan semen.
Baca Juga: Di Antara Saham Emiten Semen Ini, Mana yang Paling Menarik?
Sementara itu, Corporate Secretary PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) Dani Handajani mengatakan, pihaknya mengakui pasar semen nasional sedang lesu seiring banyaknya hari libur, tekanan daya beli, dan cuaca hujan berkepanjangan. Beruntung, INTP mampu mempertahankan pangsa pasarnya di level 29,5% serta mencatatkan volume penjualan semen sebesar 8 juta ton pada semester I-2025.
Pada semester II-2025, INTP berharap dapat membukukan penjualan semen yang lebih baik ketimbang semester pertama. Hal ini didukung oleh faktor musiman seperti kenaikan anggaran proyek konstruksi jelang akhir tahun dan kondisi cuaca yang lebih baik.
INTP pun tetap fokus pada pengelolaan biaya yang ketat di seluruh lini operasi, serta mengefisiensikan ongkos distribusi untuk menjaga margin usaha.
"Kami juga terus meningkatkan konsumsi bahan bakar dan bahan baku alternatif untuk menjaga biaya operasional, sehingga tidak perlu melakukan penyesuaian harga," ujar Dani, Selasa (15/7).
Baca Juga: Kinerja Emiten Semen Masih Loyo Sampai Kuartal I, Begini Prospek dan Rekomendasinya
Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan mengatakan, peluang peningkatan kinerja emiten semen cukup terbuka pada semester I-2025. Hal ini bergantung pada realisasi akselerasi proyek strategis nasional seperti pembangunan tiga juta rumah, IKN, hingga potensi penurunan suku bunga acuan yang bisa mendorong pemulihan sektor konstruksi.
Selain memperkuat strategi efisiensi, emiten produsen semen juga bisa mengoptimalkan penjualan semen ke pasar ekspor. "Emiten semen juga melakukan kolaborasi aktif dalam proyek nasional," kata Ekky, Senin (15/7).
Investment Analyst Edvisor Provina Visindo Indy Naila juga menyebut, potensi penurunan suku bunga acuan dapat memacu perbaikan pada industri properti. Ketika proyek properti kembali marak dilaksanakan, hal ini akan memicu peningkatan permintaan semen sebagai bahan bangunan.
Di sisi lain, Rudy memperkirakan tren pelemahan sektor semen masih akan berlanjut pada semester II-2025. Pemicunya adalah potensi La Nina yang membuat curah hujan di Indonesia lebih tinggi pada kuartal tiga dan empat.
Selain itu, risiko kenaikan harga minyak dan batubara bisa menjadi sentimen negatif bagi emiten semen karena dapat mempengaruhi biaya produksi dan distribusi secara langsung.
Walau begitu, industri semen Indonesia berpeluang mencapai kemajuan untuk segmen semen hijau yang ramah lingkungan berkat kapasitas produksi yang besar dan dukungan kebijakan pemerintah. "Hal ini akan menguntungkan bagi PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan INTP sebagai pemain kunci industri semen," jelas Rudy.
Dia mempertahankan peringkat netral untuk saham-saham sektor semen sekaligus merekomendasikan hold saham SMGR dan INTP dengan target harga masing-masing di level Rp 2.900 per saham dan Rp 6.000 per saham.
Ekky merekomendasikan investor untuk mengakumulasi beli secara bertahap saham SMGR yang secara teknikal cukup solid dan berpeluang rebound dengan target harga jangka menengah di kisaran Rp 3.500 per saham.
Indy menyarankan buy on weakness saham INTP dengan target harga Rp 6.250 per saham.
Selanjutnya: Petrosea (PTRO) Meraih Kontrak Baru Dari Grup Sinar Mas Senilai Rp 3,5 Triliun
Menarik Dibaca: Apa Itu Star Syndrome ya? Yuk, Cari Tahu Penjelasan dan Cirinya di Sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News