Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah untuk menerbitkan Pandemic Bond dalam waktu dekat mendapat respons positif. Salah satunya dari fintech Bareksa yang menilai sekarang jadi waktu yang tepat bagi pemerintah untuk mendorong industri obligasi Tanah Air.
Meskipun begitu, CEO yang juga Co-founder Bareksa Karaniya Dharmasaputra menilai, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pelaksanaan Pandemic Bond bisa berjalan lancar dan memberikan dampak positif bagi semua pihak, termasuk investor, pemerintah hingga pembeli surat utang ini.
Karaniya menilai akan lebih baik jika Pandemic Bond bisa menawarkan ticket size atau minimal investasi yang lebih rendah ketimbang SR012 yang memiliki nilai minimum investasi Rp 1 juta dengan kupon 6,30%. Menurut dia, ticket size Rp 500.000 akan jadi level yang menarik untuk dilirik investor di tengah kondisi saat ini.
Baca Juga: Pemerintah rencanakan penerbitan Pandemic Bond sebesar Rp 449,9 triliun
Selain itu, Karaniya menilai yield 7% akan menarik untuk Pandemic Bond karena produk bisa lebih kompetitif dari reksadana pasar uang yang saat ini menawarkan yield di kisaran 6%. "Pemerintah juga perlu menyesuaikan sistem pembayaran untuk Pandemic Bonds, khususnya terkait biaya yang harus ditanggung investor maupun peserta lelang," kata Karaniya kepada Kontan.co.id, Senin (6/4).
Sebagai contoh, untuk SR012 yang memiliki kupon 6,30%, peserta lelang perlu mentransfer setiap bulan sekitar Rp 5.250 untuk satu unit SR012 ke akun investor. Namun di sisi lain, biaya transfer ke rekening investor beragam, bahkan ada yang mencapai Rp 6.500 per transaksi transfer. Untuk itu, Karaniya menekankan agar sistem pembayaran ini bisa disesuaikan kembali agar, ke depan Pandemic Bond tidak membebani masyarakat maupun perusahaan fintech selaku peserta.
"Sampai saat ini belum ada penjelasan (sosialisasi) lebih lanjut (Pandemic Bond) karena masih digodok. Tapi langkah ini sudah bagus dan tujuan pemerintah sudah benar untuk mulai ngegedein market retail," katanya.
Baca Juga: Kemenkeu proyeksi pembayaran bunga utang di tahun ini naik Rp 40 triliun
Apalagi, Karaniya menilai saat ini tengah terjadi fenomena menarik di pasar keuangan Tanah Air, tercermin dari ludesnya SBSN seri SR012 yang belum lama diterbitkan pemerintah. Pada penerbitan tersebut, pemerintah berhasil meraup dana sebanyak Rp 12 triliun atau naik hampir 50% dibandingkan penerbitan SUN Ritel yang diperdagangkan sebelumnya yakni ORI 016. Bahkan di platform Bareksa, pembeli SR012 melonjak 79% dari capaian ORI016.
Di sisi lain, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2020 menunjukkan penurunan dana kelolaan atau asset under management (AUM) total reksadana sebanyak 8,87% atau Rp 46,6 triliun, menjadi Rp 478,68 dibandingkan bulan sebelumnya. Begitu juga dengan AUM untuk reksadana pasar uang yang turun menjadi Rp 67,28 triliun dari bulan sebelumnya Rp 76,4 triliun per Februari 2020.
Padahal, di bulan Februari AUM Pasar Uang masih naik 10,4% dari Januari 2020. Untungnya di Maret 2020, Bareksa masih catatkan pertumbuhan AUM reksadana pasar uang sebanyak 5%.
"Ada fenomena menarik, ekonomi shifting dari offline jadi digital ekonomi. Di tengah kondisi ekonomi saat ini, banyak orang mencari pendapatan lain dan investasi bond jadi pilihan menarik," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News