kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pandemi Covid-19, HM Sampoerna (HMSP) melihat ada perubahan perilaku konsumsi perokok


Jumat, 18 September 2020 / 14:48 WIB
Pandemi Covid-19, HM Sampoerna (HMSP) melihat ada perubahan perilaku konsumsi perokok
ILUSTRASI. Di tengah pandemi Covid-19, perusahan rokok PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) melihat perubahan perilaku konsumsi para perokok.


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Di tengah pandemi Covid-19, perusahan rokok PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) melihat perubahan perilaku konsumsi para perokok. Seiring dengan daya beli yang menurun, para konsumen terlihat beralih ke rokok dengan kadar tar tinggi dan cenderung membeli bungkus rokok yang lebih kecil.

"Di tengah tantangan tersebut, Sampoerna menyesuaikan strategi perusahaan untuk mempertahankan daya saing bisnisnya dan menjawab tren yang berubah,” kata Presiden Direktur Sampoerna Mindaugas Trumpaitis dalam paparan publik virtual, Jumat (18/9).

Sebagai contoh, Sampoerna meluncurkan produk sigaret kretek mesin (SKM) tar tinggi untuk merespons pergeseran permintaan ke produk tersebut. Berdasarkan materi presentasi HSMP, pangsa pasar SKM high tar secara industri meningkat dari 39,9% pada kuartal II-2019 menjadi 43,5% pada kuartal II-2020.

Begitu juga dengan pangsa pasar sigaret kretek tangan (SKT) yang naik dari 16,1% menjadi 19,1%. Sebaliknya, pangsa pasar SKM low tar pada periode yang sama turun dari 38,6% menajdi 33,1% dan pangsa pasar sigaret putih mesin (SPM) berkurang dari 5,4% menjadi 4,3%.

Baca Juga: Harga tembakau jatuh, APTI desak Sri Mulyani tunda kenaikan tarif cukai tahun depan

Melihat tren peningkatan pada produk SKT, Sampoerna juga meluncurkan produk SKT Sampoerna 234 dengan isi 12 batang pada Maret 2020. Terlebih lagi, pangsa pasar untuk kemasan kecil isi sepuluh batang atau 12 batang secara industri terus meningkat dari 39,4% pada kuartal II-2019, lalu 42,8% pada kuartal-1 2020, dan 44,4% pada kuartal II-2020.

Mindaugas menjelaskan, selain karena pandemi Covid-19, faktor utama lain yang memberikan dampak signifikan industri rokok adalah kenaikan tarif cukai rata-rata 24% dan harga jual eceran sebesar 46% yang berlaku pada 2020. "Dua faktor ini menyebabkan penurunan volume penjualan hingga dua digit,” kata Mindaugas.

Selama semester I-2020, volume industri turun 15%, tidak termasuk dampak dari estimasi pergerakan inventaris perdagangan. Menurut dia, penurunan tersebut secara umum terjadi pada segmen pajak Golongan 1.

"Daya beli konsumen yang lebih rendah memiliki tren penurunan yang yang kian cepat berupa penurunan konsumsi dari produk dengan pajak dan harga yang lebih tinggi (tingkat pajak Golongan 1) menjadi produk dengan pajak lebih rendah dan akibatnya dijual dengan harga yang lebih rendah (tingkat Pajak Golongan 2 dan Golongan 3)," tutur Mindaugas.

Ia pun mengakui, Sampoerna menghadapi tantangan selama masa puncak pandemi, khususnya pada kuartal II 2020. Hal tersebut tercermin pada total pangsa pasar Sampoerna yang turun 3,1% year on year (yoy) menjadi 29,3% sepanjang semester 1-2020 dan volume pengiriman yang merosot 18,2% yoy menjadi 38,5 miliar batang.

Meskipun begitu, Mindaugas optimistis, volume penjualan rokok akan kembali pulih setelah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berakhir. Sebelumnya, Sampoerna melihat pemulihan tipis pada Juni 2020, tetapi pengetatan PSBB kembali masih berpotensi membawa dampak negatif pada volume penjualan.

Selanjutnya: KPK: Regulasi struktur tarif cukai harus lebih sederhana dan transparan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×