NICL Chart by TradingView
Adapun kebijakan NICL dalam aspek pasar adalah tetap menyuplai pelanggan-pelanggan utama, dengan menyasar alternatif industri smelter baru seperti PT Huayue Nickel Cobalt dan PT Gunbuster Nickel Industry.
NICL juga telah melakukan sosialisasi produksi dengan pihak Bupati dan juga masyarakat lingkar tambang, serta telah melakukan penambahan beberapa karyawan untuk mendukung kegiatan produksi melalui proses recruitment untuk engineer di bagian mine plan engineer, surveyor, geologist, mine operation, analyst, dan kepala laboratorium.
Prospek nikel juga didukung oleh pemerintah yang berencana akan mengembangkan industri dan ekosistem kendaraan listrik melalui pembentukan holding BUMN baterai atau Indonesia Battery Corporation (IBC), bekerjasama dengan produsen mobil listrik dunia yaitu LG Chem yang berasal dari Korea dan Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) yang berasl dari China.
Direktur Utama PAM Mineral Ruddy Tjanaka melihat peluang yang cukup menjanjikan pada pertambangan nikel berkadar rendah. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan baterai untuk bahan bakar kendaraan listrik.
Pangsa pasar atau market share untuk kendaran listrik diperkirakan meningkat dari 2,5% pada tahun 2019 menjadi 10% pada tahun 2025. Pangsa pasar diprediksikan akan terus meningkat menjadi 28% di tahun 2030 dan 58% di tahun 2040. Pada tahun 2019, konsumsi nikel untuk bahan baku baterai mencapai 7% dari total konsumsi global.
Di sisi lain, permintaan bijih nikel berkadar tinggi juga terus mengalami peningkatan, terutama karena adanya industri pengolahan atau smelter.
“Adanya industri baterai nasional seiring tumbuhnya smelter dengan teknologi hydrometalurgi akan meningkatkan kinerja perusahaan dengan diserapnya nikel kadar rendah yang diproduksi PAM Mineral," kata Rudy.
Stabilnya industri pengolahan atau smelter, menjadi peluang yang cukup menjanjikan bagi industri bijih nikel. Dia optimistis permintaan bijih nikel dengan kadar tinggi akan meningkat. Apalagi dengan ekspansi di smelter yang ada, terutama di daerah-daerah yang dekat dengan tambang milik NICL. Dus, Rudy optimistis perkembangan kebutuhan ore nikel bisa melebihi 7 juta-8 juta ton per bulan.
Sementara itu, dengan eksplorasi yang terus menerus dilakukan, Rudy berkeyakinan bahwa ke depan NICL dan anak perusahaan masih memiliki sumberdaya sekitar 28 juta ton bijih nikel. Dari 28 juta bijih nikel tersebut, lanjut Ruddy, tidak semua memiliki kadar tinggi namun juga terdapat bijih nikel dengan kadar rendah. Adapun NICL saat ini telah melakukan penjualan bijih nikel kadar rendah ke smelter yang ada.
Baca Juga: Pengembangan mobil listrik bakal jadi katalis positif kinerja PAM Mineral (NICL)
Untuk jangka menengah dan jangka panjang, NICL memiliki strategi menambah cadangan dengan melalui akuisisi atau maupun mencari tambang baru. Dia berharap, hal ini dapat mengerek kinerja NICL dengan potensi pertumbuhan yang lebih tinggi lagi ke depannya.
Untuk rencana jangka pendek, NICL akan memenuhi target rencana kerja anggaran biaya (RKAB) sebanyak 1,8 juta ton bijih nikel. "Tambang nikel ini tergantung cuaca, jadi kami berharap cuaca mulai bersahabat, sehingga kami bisa produksi lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan smelter ke depan," ujar Ruddy.
Pada tahun 2020, NICL belum berproduksi dan hanya entitas anak yang telah melakukan aktivitas produksi, yakni sebesar 800.000 metrik ton. Saat ini, NICL telah melakukan perbaikan dan pembuatan infrastruktur, berupa mess office, laboratorium, dan tempat preparasi sample, instalasi listrik, dan genset.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Reporter: Akhmad Suryahadi
Editor: Herlina Kartika Dewi