kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Omnibus law berdampak positif dan negatif terhadap emiten menara


Senin, 26 Oktober 2020 / 15:29 WIB
Omnibus law berdampak positif dan negatif terhadap emiten menara
ILUSTRASI. Emiten menara tengah fokus untuk melakukan efisiensi biaya.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dengan lolosnya Undang Undang (UU) Cipta Kerja atawa omnibus law, diperkirakan akan terjadi pergeseran dalam industri menara. Pasalnya, dalam kluster telekomunikasi RUU Omnibus Law kan terdapat kebijakan berbagi infrastruktur. 

Analis Kresna Sekuritas Etta Rusdiana mengatakan, saat ini mulai terjadi pergeseran dalam dunia industri menara. Menurut dia, kini para pelaku justru tengah fokus untuk melakukan efisiensi biaya. Pengesahan omnibus law akan semakin mendukung upaya efisiensi tersebut.

“Keluarnya omnibus law memberi kepastian untuk berbagi jaringan dan frekuensi di 5G. Pada akhirnya ini membuat operator tidak lagi kompetitif jika harus menanggung seluruh biaya capital expenditures (capex) non-core (tower) dan last mile fiber optic,” kata Etta kepada Kontan.co.id, Senin (26/10).

Etta menilai, kondisi tersebut membuat capex milik emiten menara yang ada bisa difokuskan untuk backbone fiber optic dan RAN network (terutama 5G).

Baca Juga: Pendapatan dan laba bersih meningkat, Tower Bersama (TBIG) lampaui target penyewaan

Sementara analis Samuel Sekuritas Yosua Zisokhi justru memandang omnibus law memberi sentimen negatif. Memang, dia melihat investor asing bisa memberikan pendanaan mengingat valuasi emiten menara di Indonesia masih lebih atraktif dibandingkan emiten menara di Amerika dan Eropa.

Namun, omnibus law bisa menyulitkan kenaikan tarif sewa untuk menara baru. Investor asing justru bisa saja menjadi kompetitor, dan dengan dukungan pendanaan yang lebih murah di luar negeri, maka mereka bisa saja memberikan diskon biaya sewa. Hal ini tentu akan membuat pendapatan sewa per menara baru sulit untuk naik. 

“Di sisi lain, di omnibus law juga dimandatkan untuk pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi pasif, termasuk menara, kepada operator telekomunikasi lain tanpa diskriminatif. Hal ini membuat operator yang memiliki banyak menara seperti Telkomsel menjadi saingan para emiten menara,” kata Yosua.

Baca Juga: Ada sentimen omnibus law, ini rekomendasi saham emiten menara dari analis

Kendati demikian, Yosua melihat prospek emiten menara secara umum ke depannya masih sangat menarik. Dengan kebutuhan menara oleh operator masih tinggi seiring tingginya penggunaan internet. Jadi tanpa omnibus law pun, industri menara tetap akan berkinerja secara solid. 

Setali tiga uang, Etta melihat prospek industri menara masih tetap prospektif. Salah satu pendorongnya adalah kebutuhan tower masih akan meningkat ke depan. Apalagi seiring dengan adanya ekspansi jaringan, khususnya ketika implementasi 5G milimeter wave (>26GHz) di daerah perkotaan utama seperti Jakarta atau Surabaya. “Salah satu alasan spin-off aset ini adalah untuk membuka valuasi tower yang saat ini 2x di atas operator selular,” pungkas Etta.

Baca Juga: Prospek jangka panjang emiten menara masih menjulang tinggi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×