Reporter: Olfi Fitri Hasanah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pertumbuhan kinerja obligasi syariah melambat sepanjang April 2017. Ini terlihat dari indeks obligasi syariah, Indonesia Sukuk Index Composite (ISIXC) yang disusun Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA).
Kemarin (28/4), ISIXC bertengger di level 203,11, hanya tumbuh 0,97% secara month on month (mom) dari sebelumnya 201,16. Performanya melambat dibandingkan dengan Maret yang naik 2,3% mom. Sedangkan secara year to date (ytd) hingga Jumat (5/5), kinerja obligasi syariah komposit naik 5,75%.
Roby Rushandie, Analis IBPA, menjelaskan, kinerja obligasi syariah sejalan dengan obligasi konvensional, mengingat pasar surat utang syariah lebih kecil dibanding obligasi konvensional. Jadi, melambatnya pertumbuhan kinerja obligasi syariah selama April mengikuti pasar obligasi secara keseluruhan yang melambat, ujarnya.
Itu tampak dari kinerja obligasi komposit atau Indonesia Composite Bond Index (ICBI) yang tumbuh sebesar 3,14% pada Maret, tetapi di April hanya naik 0,87%.
Menurut Roby, sentimen global menjadi faktor penyebab melambatnya pertumbuhan kinerja obligasi syariah bulan lalu. Terutama, sinyal-sinyal dari negeri Uak Sam. Salah satunya: risiko geopolitik Amerika Serikat (AS) terkait konflik di Timur Tengah dan Semenanjung Korea. Kinerja 100 hari pertama Presiden AS Donald Trump juga di bawah ekspektasi.
Kendati lebih banyak investor domestik ketimbang asing di pasar sukuk, tak dipungkiri ekspektasi risiko global turut merambat ke pasar obligasi syariah. Porsi investor asing di pasar obligasi syariah cuma 6%, ungkap Roby.
Sokongan domestik
Segendang sepenarian, menurutEzra Nazula Ridha, Head of Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia, berbagai sentimen eksternal memang membayangi pasar obligasi syariah di tanah air. Contohnya, ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed, data perekonomian AS, dan Pemilihan Presiden Prancis. Pasar obligasi syariah sempat memuncak hingga kuartal I 2017, katanya.
Selanjutnya, pasar menanti perbaikan rating Indonesia menjadi layak investasi (investment grade)oleh Standards and Poor's (S&P). Diharapkan terealisasi dalam waktu dekat agar pasar kembali optimal, imbuh dia.
Roby berpendapat, dominasi investor lokal di pasar sukuk menjadi keuntungan tersendiri, sehingga tidak begitu kena dampak sentimen eksternal. Lain halnya dengan pasar obligasi konvensional yang dihuni lebih banyak investor asing. Wajar, jika kinerja obligasi syariah bisa lebih baik dibandingkan dengan performa ICBI.
Fundamental domestik yang cukup perkasa juga menyokong kestabilan pasar obligasi syariah. Ambil contoh, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai level 5,01% year on year (yoy) selama kuartal I 2017 lalu.
Selain itu, neraca perdagangan negara kita dalam tren surplus. Neraca dagang mengalami surplus hingga US$ 3,93 miliar di triwulan pertama tahun ini. Nilai tersebut lebih dari dua kali lipat surplus pada periode yang sama tahun lalu US$ 1,66 miliar.
Sentimen positif domestik lainnya adalah cadangan devisa yang juga dalam tren kenaikan. Maklum, aliran dana asing yang masuk ke pasar modal masih berlanjut. Pilkada DKI Jakarta pada 19 April lalu juga kondusif, sehingga kondisi dalam negeri masih anteng, ucap Ezra.
Hanya, Ezra mengingatkan, potensi kenaikan inflasi menjelang bulan Ramadhan. Namun, ia optimistis, kenaikannya tidak melampaui kisaran target pemerintah. Alhasil, tidak memberikan efek yang signifikan ke pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News