Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di awal tahun ini cukup memprihatinkan. Hingga Jumat (31/1), IHSG telah merosot 5,71% sejak awal tahun 2020 ke level 5.940,048.
Analis Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia Suryanata mengatakan, IHSG berpotensi rebound pada bulan Februari mendatang. Terlebih setelah mengalami penurunan cukup dalam pada Januari lalu.
Karena itu, dia memprediksi IHSG bisa berada di level 6.000 hingga 6.200 pada akhir Februari mendatang. Salah satu sentimen yang bisa membawa IHSG bergerak naik yaitu adanya musim rilis laporan keuangan emiten 2019.
“Kemudian dari sektor konstruksi ada yang menarik, selain mendapat proyek juga ada pembayaran,” kata dia, Jumat (31/1).
Baca Juga: Inflasi terkendali bisa menjadi penopang IHSG di awal pekan
Sementara untuk proyeksi IHSG sampai akhir tahun, Liza memasang target konservatif usai IHSG tertekan beberapa sentimen negatif dari dalam dan luar negeri.
Ia memprediksi, IHSG hanya mampu mencapai level 6.600 sampai tutup tahun 2020. Sebelumnya, Liza memasang target IHSG bisa menembus level 7.000 pada akhir tahun mendatang.
Lebih lanjut ia menambahkan, saat ini berat untuk IHSG bisa mencapai level 7.000. Adanya sentimen dari global seperti isu perang Amerika Serikat-Iran hingga penyebaran virus corona berdampak terhadap optimisme pasar.
Di tengah ketidakpastian pasar, ada beberapa sektor yang menarik untuk dilirik seperti saham dari sektor konsumer dan juga dari sektor telekomunikasi seperti saham Sarana Menara (TOWR), Tower Bersama Infrastructure (TBIG), dan PT Indosat Tbk (ISAT).
Baca Juga: Kekhawatiran virus corona dan skandal di pasar saham buat IHSG masih melemah
Selain itu, investor juga bisa mencermati beberapa saham dari sektor pertambangan seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Medco Energi Tbk (MEDC). “Karena saham ini banyak melakukan aksi korporasi yang bisa meningkatkan pendapatan,” tambahnya.
Misal MEDC, perusahaan ini memutuskan untuk divestasi aset-aset yang dinilai kurang menguntungkan dan menggunakan dana dari hasil divestasi tersebut untuk mengembangkan aset lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News