Reporter: Arvin Nugroho | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga gas alam mulai menanjak setelah terus menurun sejak awal Januari. Berdasar Bloomberg, harga gas alam pada Selasa (18/2) berada di angka US$ 1,96 per mmbtu. Angka itu meningkat 6,42% dari hari sebelumnya. Harga gas alam terus menanjak di bulan Februari setelah sempat terpuruk di US$ 1,77 mmbtu pada Senin (10/2). Pada Selasa (18/2) pukul 22.25 WIB, harga gas alam untuk pengiriman Maret 2020 berada di US$ 1,95 per mmbtu.
Analis Central Capital Futures Wahyu Laksono menilai tren harga gas alam yang beberapa hari terakhir menguat disebabkan oleh faktor teknikal. Harga gas alam akan terjadi speculate buying bila nilainya mendekati level US$ 1,75 per mmbtu.
Pada awal tahun 2020, harga gas alam menunjukkan tren yang negatif. Sejak awal tahun, harga gas alam terus merosot. Wahyu melihat penurunan harga gas alam pada awal tahun disebabkan oleh faktor cuaca. Pengaruh musim dingin yang tak sedingin biasanya serta jumlah pasokan gas alam yang melimpah jadi penyebab penurunan harga gas alam.
Baca Juga: Ekspor Adaro Energy (ADRO) belum terdampak virus corona
Energy Information Administration (EIA) sebelumnya telah mengatakan di Oktober 2019 bahwa musim dingin di awal 2020 tidak akan sedingin musim dingin akhir 2019. EIA kemudian menurunkan prospek harga gas alam 2020 sebagai dampak dari meningkatnya jumlah pasokan gas alam.
EIA memperkirakan harga gas alam Amerika Serikat (AS) pada 2020 akan menurun sebesar 9% dibanding tahun 2019. Di sisi lain, hangatnya musim dingin juga turut menurunkan permintaan gas alam AS. “Permasalahan kelebihan pasokan ini merupakan permasalahan global. Belum lagi, China juga ikut menekan harga. Intinya, fundamental sulit mendukung harga,” kata Wahyu.
Wahyu melihat harga gas alam di 2020 tidak akan sebaik 2019. Munculnya konflik AS–Iran pada awal Januari lalu dapat mengangkat harga komoditas lainnya, tetapi gas alam tidak ikut terkerek.
Kemudian muncul masalah penyebaran virus corona yang turut menekan harga energi dan komoditas secara umum. Meski begitu, Wahyu menilai isu penyebaran virus corona itu bukan menjadi alasan utama merosotnya harga gas alam.
“Untuk beberapa komoditas lain, seperti nikel, emas, dan perak, harganya masih dapat membaik daripada tahun 2019. Namun, bagi gas alam, harapannya memang belum bagus tahun ini,” lanjut Wahyu.
Baca Juga: Virus corona masih membayangi harga minyak
Sementara itu, Direktur Garuda Berjangka Ibrahim Emas menilai peningkatan harga gas alam beberapa pekan terakhir tak terlepas dari mulai meredanya virus corona yang terpusat di China. Meski perkembangan virus corona masih belum usai sepenuhnya, beberapa perusahaan yang ada China telah memulai aktivitas produksi di pekan kedua Februari. Kembalinya aktivitas tersebut membuat kebutuhan akan gas alam juga meningkat. Hal ini turut mengangkat harga gas alam.
Selain itu, memanasnya konflik di Timur Tengah juga dinilai turut mempengaruhi peningkatan gas alam. Kabar yang sedang beredar dari Kantor Berita Asal Italia ANSA bahwa ada rencana pembangunan pipa gas alam cair yang tersambung dari Qatar hingga Eropa. Bila konflik itu terus memanas dan membuat rencana pembangunan pipa gas alam itu terganggu, maka akan menjadi sentimen positif bagi gas alam.
Wahyu memperkirakan tren penguatan harga gas alam masih akan terus terjadi meski tidak akan berangsur lama. Wahyu menghitung harga gas alam dalam jangka pertengahan semester berada pada angka US$ 1,50 mmbtu–US$ 2,30 per mmbtu. Namun, level US$ 2,00 per mmbtu akan jadi magnet yang dapat menarik harga kembali saat gas alam naik. “Harga gas alam di kuartal I kemungkinan masih akan terjadi fluktuasi,” kata Ibrahim.
Ibrahim memperkirakan harga gas alam di kuartal pertama berada di rentang US$ 1,85–US$ 2,10 per mmbtu. Sedang untuk akhir tahun, harga gas alam diprediksi akan melonjak hingga mencapai level US$ 3,00 per mmbtu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News