Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang 2019, penjualan batubara PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mencapai 59,18 juta ton batubara atau naik 9% secara year-on-year (yoy). Dari jumlah tersebut, sebanyak 42% di antaranya dijual ke wilayah Asia Tenggara.
Wilayah Asia Timur (tidak termasuk China) menyerap 29% penjualan batubara ADRO. Sementara itu, penjualan batubara Adaro Energy ke China sepanjang 2019 mencapai 12% dari total penjualan.
Lantas, dengan mewabahnya virus corona di negeri tirai bambu tersebut, apakah Adaro Energy telah merasakan dampaknya?
Head of Corporate Communication Division Adaro Energy Febriati Nadira mengatakan, ADRO belum merasakan dampak langsung dari merebaknya virus Corona pada kinerja emiten sektor tambang ini.
Baca Juga: Adaro Energy (ADRO) alokasikan capex hingga US$ 400 juta, untuk apa saja?
Bahkan, Febriati mengatakan ada potensi peningkatan kebutuhan batubara dari China yang disebabkan oleh produksi batubara domestik China yang terganggu karena beberapa tambang di China menunda kegiatan operasionalnya.
“Dengan kondisi ini, diharapkan permintaan impor batubara akan meningkat untuk mengisi/mengganti pasokan domestik mereka yang kurang,” ujar Febriati kepada Kontan.co.id, Selasa (18/2).
Sementara itu, Analis Samuel Sekuritas Indonesia Dessy Lapagu menilai ekspor batubara ke China yang mencapai 12% dari total penjualan berpotensi terdampak virus yang diduga berasal dari kelelawar tersebut.
“Ekspor ADRO ke China yang secara rata-rata sebesar 12%-13% kami ekspektasikan akan cukup terpengaruh secara signifikan dan akan terlihat pada laporan kinerja kuartal I-2020 mendatang,” ujar Dessy ketika dihubungi Kontan.co.id, Selasa (18/2).
Baca Juga: Kestrel berpotensi menopang kinerja Adaro Energy (ADRO) tahun ini
Namun, menurut Dessy penjualan batubara ke pasar domestik yang sebesar 20% diharapkan dapat menopang kinerja ADRO untuk menghadapi potensi pelemahan permintaan batubara dari China.
Sepanjang tahun 2019 pasar global batubara termal menghadapi tantangan makro maupun industri yang mendorong penurunan harga batubara secara tahunan.
Pelemahan ekonomi global, ketidakpastian kebijakan pemerintah, ketegangan dagang antara AS-China serta penurunan harga gas alam cair adalah beberapa faktor yang melemahkan pasar pada tahun ini.
Baca Juga: Ini realisasi kinerja operasional Adaro Energy (ADRO) sepanjang 2019
Lebih lanjut, purchasing manager's index (PMI) manufaktur global akhir tahun 2019 berada di level 50,1 yang mencerminkan terbatasnya ekspansi karena pasar mewaspadai ekonomi global yang lemah. Hal ini menyebabkan permintaan listrik dan konsumsi batu bara di China dan India terkena dampaknya.
Tahun ini, Febriati melihat harga batubara masih dalam tekanan. Meski demikian Adaro Energy tetap optimistis dengan fundamental jangka panjang pasar batubara.
Sebab, permintaan batubara dari wilayah Asia Tenggara dan Asia Selatan akan meningkat seiring upaya negara-negara di kawasan tersebut mengejar pembangunan ekonomi dan meningkatkan sektor ketenagalistrikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News