Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham tanah air masih atraktif sebagai sarana untuk menggalang dana segar. Sejumlah emiten berencana untuk menggelar aksi korporasi, baik melalui penerbitan saham baru (rights issue) maupun melakukan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) guna meraup dana.
Bahkan, aksi korporasi ini bersifat jumbo, dengan emisi mencapai triliunan rupiah. Misalkan saja, Bukalapak (BUKA) yang menggelar IPO dengan menawarkan 25,76 miliar saham pada harga penawaran Rp 850 per saham. Alhasil, e-commerce ini meraup dana segar sekitar Rp 21,9 triliun.
Jumlah ini merupakan IPO dengan nilai terbesar dalam sejarah, mengalahkan hajatan IPO PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dengan nilai Rp 11,2 triliun.
Ada pula PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang akan menggelar penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau rights issue terkait rencana pembentukan holding ultra mikro. Pembentukan holding ultra mikro ini akan melibatkan BBRI, Permodalan Nasional Madani (PNM), dan PT Pegadaian
Bank pelat merah ini akan melakukan rights issue sebanyak-banyaknya 28 miliar lembar saham. Pengumpulan dananya ditargetkan hingga Rp 41 triliun.
Baca Juga: Berencana bagikan saham bonus, Sido Muncul (SIDO) akan minta menggelar RUPSLB
Adapula PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) yang berencana untuk menerbitkan saham baru sebanyak-banyaknya 7,17 miliar lewat rights issue. Emiten petrokimia ini akan menggunakan dana hasil rights issue untuk belanja modal guna menambah kapasitas produksi perusahaan atau anak usaha di masa yang akan datang.
TPIA memang belum mengumumkan terkait besaran harga pelaksanaan rights issue. Namun, jika mengacu pada harga penutupan saham TPIA per Rabu (28/7) di level Rp 8.850, konstituen Indeks Kompas100 ini berpotensi meraup dana hingga Rp 63,45 triliun.
Selain BBRI, emiten perbankan lainnya yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) juga telah menyiapkan rencana penambahan modal melalui rights issue senilai Rp 11,7 triliun. Namun, aksi korporasi ini dikabarkan akan digelar pada semester I-2022 mendatang.
Baca Juga: Langkahi Bukalapak (BUKA), Chandra Asri (TPIA) Siapkan Aksi Korporasi Rp 63 Triliun
Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai, ramainya aksi korporasi dengan target jumbo tak lantas mengindikasikan kondisi pasar saham tanah air yang sudah cukup stabil. Sebab, saat ini situasi dan kondisi perekonomian juga masih diliputi oleh tingginya ketidakpastian.
Apalagi, Dana Moneter Internasional atawa International Monetary Fund (IMF) mengatakan bahwa pemulihan akan tidak merata dan akan terbagi menjadi dua blok, yakni blok yang sudah berhasil survive dan bangkit dari Covid 19, dan blok yang belum berhasil survive yang masih berhadapan dengan situasi dan kondisi Covid-19. Indonesia masuk ke dalam blok yang masih harus berhadapan dengan Covid-19.
Permasalahannya adalah pemulihan yang tidak merata dapat berdampak terhadap kesenjangan yang semakin melebar. Otomatis, volatilitas di pasar juga akan tinggi. Hal inilah yang membuat pasar saham belum bisa dikatakan sudah stabil.
Hanya saja, Nico menilai pelaku pasar dan investor sudah mulai mampu mengarungi volatilitas. Hal ini karena tanda-tanda pemulihan yang sudah ada dalam indikator makroekonomi Indonesia yang tentunya akan berdampak positif terhadap pasar.
Baca Juga: Right Issue BRI Disetujui, Holding Ultra Mikro Segera Beri Manfaat bagi Pelaku Usaha
“Namun, satu hal yang pasti apabila Covid-19 masih belum bisa dikendalikan oleh pemerintah, cepat atau lambat ini akan menjadi batu sandungan terhadap IHSG,” terang Nico kepada Kontan.co.id, Rabu (28/7).
Ambil contoh, terkait penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Apabila PPKM berlarut dalam kurun waktu 1–4 pekan, pelaku pasar dan investor mungkin masih dapat menerima. Jika berlangsung 2–8 pekan, pelaku pasar dan investor akan mulai gelisah. Jika berlarut hingga 8–12 pekan, pelaku pasar dan investor kemungkinan akan mulai keluar dari pasar. “Cermati setiap sentimen yang ada, karena ini menjadi penting,” ujar Nico.
Ke depan, perkembangan Covid-19 dan taper tantrum dinilai masih menjadi sentimen yang menggelayuti pasar saham. Pilarmas Investindo Sekuritas masih mempertahankan target IHSG hingga akhir tahun di level 6.480.
Selanjutnya: Alasan Buyback Saham BNI di Tengah Wacana Rights Issue
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News