Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2022 rupanya jadi titik balik bagi reksadana saham. Setelah terpuruk pada 2021, kini kinerja reksadana saham kembali menghijau. Tercatat, reksadana saham berhasil menjadi reksadana dengan kinerja terbaik pada kuartal pertama 2022.
Berdasarkan data Infovesta Utama, kinerja reksadana saham yang tercermin dari Infovesta 90 Equity Fund Index berhasil tumbuh 3,36% pada kuartal I-2022. Sementara itu, reksadana campuran yang tercermin dari Infovesta 90 Balanced Fund Index berhasil naik 2,26%.
Lalu, Infovesta 90 Money Market Fund Index yang mengukur kinerja reksadana pasar uang berhasil naik 0,68%. Terakhir, reksadana pendapatan tetap yang kinerjanya diukur menggunakan Infovesta 90 Fixed Income Fund Index cenderung datar karena hanya tumbuh tipis 0,02%.
Baca Juga: Kinerja Reksadana Saham Paling Moncer Sepanjang Kuartal Pertama 2022
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menjelaskan, apiknya kinerja reksadana saham tidak terlepas dari moncernya IHSG pada kuartal pertama 2022 yang berhasil menguat 7,45%. Bahkan, pada periode tersebut IHSG juga terus menembus level all time high-nya.
Menurutnya, hal ini tidak terlepas dari optimisme pelaku pasar terhadap pemulihan ekonomi Indonesia seiring dengan tingkat vaksinasi yang terus membaik. Selain itu, sentimen negatif seperti penyebaran Covid-19 Omicron juga ternyata tidak separah gelombang sebelumnya. Hal ini tercermin dari terus membaiknya data ekonomi Indonesia pada Januari-Maret.
“Ditambah di akhir Februari terjadi krisis geopolitik Rusia-Ukraina yang kemudian mengangkat harga komoditas. Hal tersebut ternyata justru untungkan ekonomi Indonesia maupun emiten berbasis komoditas sehingga buat IHSG terus rally hingga tembus all time high, akhirnya reksadana saham pun mengekor,” kata Wawan ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (1/4).
Baca Juga: Reksadana Saham Terbaik, Meski Belum Kalahkan IHSG
Kendati begitu, Wawan menyoroti momentum positif di pasar saham ini justru tidak banyak dimanfaatkan oleh para manajer investasi. Ia bilang, dari sekitar 240 produk reksadana saham, hanya terdapat 30% produk yang bisa mengalahkan IHSG. Padahal rally IHSG kali ini didorong oleh emiten keuangan dan emiten komoditas energi yang notabenenya bisa jadi portofolio produk reksadana saham.
Namun, menurutnya, pada kuartal II-2022, IHSG masih punya bahan bakar untuk kembali lanjutkan rally penguatan. Mulai dari data ekonomi yang diekspektasikan akan semakin baik seiring aktivitas ekonomi yang semakin pulih, hingga periode lebaran tahun ini yang kondisinya lebih optimal dari tahun lalu.
Maklum, agenda mudik dan lebaran artinya masyarakat kota besar akan membawa arus kas ke daerah. Wawan menilai hal ini positif untuk pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Selain itu, harga komoditas yang relatif masih tinggi juga masih akan jadi sentimen positif.
Baca Juga: Wall Street Menguat di Perdagangan Terakhir Pekan Ini
“Harga komoditas memang sudah tidak setinggi sebelumnya, tapi level saat ini secara umum masih lebih baik dibanding akhir tahun 2021. Jadi pendapatan emiten berbasis komoditas masih akan naik, ekonomi diuntungkan, sehingga akan mendorong IHSG kembali menembus all time high di kuartal kedua 2022,” imbuhnya.
Sementara dari sisi sentimen negatif, Wawan menyebut ada dua hal yang patut diwaspadai, yakni kenaikan suku bunga acuan dan inflasi. Ia menjelaskan, terdapat dua skenario yang bisa memicu Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan.
Pertama, The Fed terus naikkan suku bunga acuannya hingga di atas 1% yang pada akhirnya membuat BI mau tidak mau ikut menaikkan. Kedua, jika inflasi di dalam negeri terus naik dan melewati 3%. Terlebih, saat ini harga minyak sudah tidak lagi disubsidi, lalu ada kenaikan harga bahan bakar, hingga proses pemulihan ekonomi itu sendiri yang bisa memicu kenaikan inflasi.
Baca Juga: Hasil Investasi Industri Asuransi Syariah Turun di Akhir 2021
“Namun, hal tersebut hanya sentimen bersifat jangka pendek, secara jangka panjang Indonesia masih bagus fundamentalnya. Jadi reksadana saham masih sangat menarik,” terang Wawan.
Sementara untuk reksadana pendapatan tetap, Wawan melihat periode kuartal II-2022 masih akan jadi tekanan. Apalagi dengan rencana The Fed yang akan agresif dan bisa memicu kenaikan suku bunga dalam negeri. Menurutnya, harga obligasi masih akan berada dalam tekanan karena ada potensi aksi jual, khususnya investor asing.
Namun, seharusnya pembagian kupon obligasi bisa menjadi peredam dan tetap mendongkrak kinerja reksadana pendapatan tetap untuk masih tumbuh tipis seperti di kuartal I-2022. Dengan kinerja reksadana pendapatan tetap yang cenderung flat, dia memperkirakan imbal hasil yang diperoleh pada tahun ini hanya akan sekitar 4-5%, jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang 6-7%.
“Tapi kondisi sekarang juga jadi menarik bagi investor yang cari reksadana berbasis obligasi, yield saat ini justru memberikan potensi upside yang lebih menarik secara jangka panjang,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News