Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mandiri Sekuritas menilai saat ini adalah waktu yang tepat untuk menerbitkan obligasi global. Pasalnya, stimulus bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve yang menurunkan suku bunga menjadi 0% membuat likuiditas global tergolong tinggi. Alhasil, obligasi yang memiliki tingkat investasi dan yield yang tinggi akan menjadi pilihan menarik bagi pelaku pasar.
Direktur Utama Mandiri Sekuritas Dannif Danusaputro juga meyakini, obligasi global dari Indonesia banyak diminati investor asing. Alasannya, investor global menilai bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif baik dibandingkan dengan negara-negara lain karena penggerak ekonomi lebih banyak dari domestik.
"Hal ini diikuti dengan terjaganya inflasi dan defisit neraca transaksi berjalan yang menyebabkan nilai tukar rupiah relatif stabil sekarang," kata Dannif dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/6). Investor juga merespons positif rencana pemerintah yang menargetkan defisit fiskal anggaran dapat kembali menjadi -3% dari pertumbuhan ekonomi pada 2023.
Baca Juga: World Bank ingatkan pelonggaran moneter bisa jadi bumerang
Dannif menuturkan, kepercayaan investor tersebut tercermin dari kelebihan permintaan (oversubscribed) tiga obligasi global yang Mandiri Sekuritas kawal penerbitannya pada Mei 2020. Pertama, obligasi global PT Hutama Karya (Persero) senilai US$ 600 juta bertenor sepuluh tahun dan kupon 3,75%. Kedua, obligasi global PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar US$ 500 juta dengan tenor lima tahun dan kupon 4,75%.
Ketiga, obligasi global PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum senilai US$ 2,5 miliar. Surat utang ini ditawarkan dalam tiga porsi (tranches), yaitu lima tahun dengan kupon 4,75%, sepuluh tahun dengan kupon 5,45%, dan 30 tahun dengan kupon 5,8%.
Masing-masing obligasi tersebut mencatatkan oversubscribed 5,8 kali, 5 kali, dan 6,4 kali. "Penerimaan pasar yang positif juga tercermin dari performa harga di secondary market di mana obligasi Hutama Karya memberikan gain 436 bps, Bank Mandiri 445 bps, dan Inalum dengan gain 498 bps sampai dengan 1387 bps," terang Dannif.
Baca Juga: Kenaikan cadangan devisa akhir Mei tedorong surat berharga
Bernada serupa, Portfolio Manager Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf mengatakan, likuiditas global saat ini memang sedang dalam posisi yang cukup banyak. Oleh karena itu, bagi perusahaan yang sudah punya rekam jejak penerbitan obligasi yang baik serta neraca keuangan yang sehat, kondisi ini membuat perusahaan tersebut bisa mendapatkan yield yang cukup rendah.
Sebaliknya, perusahaan dengan neraca keuangan kurang sehat justru akan dihindari investor. "Alhasil, mungkin akan dapat yield yang lebih tinggi dari biasanya," ucap dia saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (9/6).
Menurut Dimas, jika berminat menyerap obligasi global, ada sejumlah hal yang perlu dicermati investor. Mulai arus kas yang sehat, terbukti resilient dalam kondisi yang menyulitkan emiten, ekspektasi pergerakan kurs, perkiraan pertumbuhan bisnis emiten, hingga tingkat kesehatan neraca keuangan.
Baca Juga: Bank Dunia nilai langkah mitigasi Covid-19 bank-bank sentral bisa tidak efektif
Meskipun kondisinya dinilai mendukung, sejumlah emiten yang sempat melirik penerbitan obligasi global tak buru-buru mengeksekusi rencana tersebut. Perusahaan-perusahaan ini tetap memperhatikan kebutuhan pendanaan dan juga faktor-faktor lainnya.
PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) misalnya, menilai waktu yang tepat untuk menerbitkan obligasi global adalah pada Januari 2021. Pasalnya, berdasarkan laporan keuangan tahun 2019, emiten konstruksi ini memiliki surat utang jangka menengah atau Komodo Bonds (MTN) berdenominasi rupiah sebesar Rp 5,4 triliun yang akan jatuh tempo pada Januari 2021.
Berdasarkan catatan Kontan.co.id, Wijaya Karya berencana untuk menerbitkan obligasi global senilai Rp 5 triliun-Rp 6 triliun untuk refinancing Komodo Bonds tersebut. "Saat ini kami masih menjajaki rencana penerbitan ini karena global bond kan masih jatuh tempo di Januari 2021," ungkap Sekretaris Perusahaan WIKA Mahendra Vijaya.
Baca Juga: Ekonomi Indonesia selama pandemi corona dianggap terburuk sejak 2004
Berdasarkan catatan Kontan.co.id, PT Jasa Marga Tbk (JSMR) juga sempat melirik penerbitan obligasi global sebagai sumber pendanaan belanja modal tahun ini. Akan tetapi, Corporate Finance Group Head Jasa Marga Eka Setya Adrianto mengatakan, sejauh ini pihaknya belum memiliki rencana ke arah sana.
Pasalnya, Jasa Marga mempertimbangkan mekanisme kalkulasi harga dan lindung nilai (hedging). "Seluruh pendapatan dan pengeluaran Jasa Marga dalam bentuk rupiah sehingga mekanisme hedging-nya cukup kritis bagi kami," ungkap Adri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News