Sumber: CNBC | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak di pasar Amerika Serikat (AS) merosot dari level tertinggi dua tahun pada Senin (27/11) waktu setempat. Pemicunya, pasokan minyak AS lebih tinggi dan keraguan bahwa Rusia akan memperpanjang pemotongan produksi.
Mengutip CNBC, Senin, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) ditutup turun 1,4% ke level US$ 58,11 per barel. Bahkan, harga WTI sempat jatuh ke US$ 57,55 sebarel.
Sebelumnya, Jumat lalu, minyak bertengger di US$ 59,05 per barel, terkuat sejak pertengahan 2015. Laju minyak didorong penutupan pipa Keystone yang menghubungkan ladang minyak Kanada dengan AS.
Namun, awal pekan ini, pasar kembali mengkhawatirkan pasokan minyak global bakal melimpah. Sebab, produksi minyak AS dilaporkan naik 15% sejak pertengahan 2016 mencapai 9,66 juta barel per hari (bpd). Angka ini hampir melampaui produksi Rusia dan Arab Saudi.
Apalagi, produsen minyak di AS terus meningkatkan aktivitas pengeboran, yang mengindikasikan kenaikan produksi kemungkinan akan terus berlanjut. Pekan lalu, produsen minyak AS menambah oeprasional rig minyak menjadi 747 unit. Ini artinya, kenaikan jumlah rig bulanan yang pertama kali sejak Juli lalu.
Selain itu, jelang pertemuan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya pada 30 November, muncul keraguan terkait tekad Rusia untuk memperpanjang kesepakatan pemotongan produksi. Padahal, aksi pembatasan produksi oleh OPEC dan sekutunya telah berhasil mendongkrak harga minyak selama beberapa bulan terakhir.
Seperti diketahui, mereka sepakat memotong produksi sebanyak 1,8 juta bpd pada Januari lalu. Kesepakatan ini akan berakhir Maret 2018. Pada pertemuan di Wina, 30 November nanti diharapkan OPEC dan sekutunya akan memperpanjang kesepakatan tersebut.
Analis di Barclays memperkirakan, OPEC akan mempertahankan pembatasan produksi selama enam atau sembilan bulan lagi, namun tetap ada risiko harga turun setelah pertemuan OPEC.
"Minggu ini, kami memperkirakan harga volatil. Harga mungkin turun segera setelah kesepakatan itu karena spekulasi sudah cukup lama," kata Barclays dalam sebuah catatan, seperti dilansir CNBC, Selasa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News