Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga minyak terus melambung akibat isu gangguan produksi global. Mengutip Bloomberg, Kamis (26/5) pukul 14.10 WIB, kontrak harga minyak WTI pengiriman Juli 2016 di New York Mercantile Exchange menguat 0,6% menjadi US$ 49,88 per barel.
Angka ini sekaligus jadi level tertingi sejak November 2015. Tapi pada pukul 22.28 WIB, harga minyak di US$ 49,26 per barel.
Berkurangnya cadangan minyak Amerika Serikat (AS) menjadi biang kerok melesatnya harga minyak. Pekan lalu, Energy Information Administration (EIA) merilis, data cadangan minyak AS turun 4,2 juta barel. Ini lebih tinggi ketimbang penurunan pekan sebelumnya 1,3 juta barel.
"Harga minyak yang sempat menyentuh level US$ 50 per barel memberi sinyal peluang rebound tahun ini," papar Andri Hardianto, Analis Asia Tradepoint Futures, kemarin.
Permintaan minyak diprediksikan meningkat. Artinya surplus berkurang memasuki pertengahan tahun ini. Kenaikan permintaan ditopang China, Rusia dan India. Beberapa negara yang sebelumnya menjadi eksportir minyak kini turut menjadi net importir, seperti Indonesia dan Malaysia.
Selain itu, pasar masih berharap The Fed akan menahan suku bunga hingga akhir tahun. Di akhir 2016, Andri melihat, harga minyak mampu menguat ke US$ 60 per barel.
Sentimen positif
Sementara itu, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures Faisyal membenarkan, minyak tengah dikelilingi beragam sentimen positif. Tapi investor cenderung hati-hati menghadapi pertemuan OPEC yang berlangsung pada 2 Juni mendatang.
Dalam pertemuan terdahulu, Arab Saudi sudah menolak pembatasan produksi. Tapi belakangan, beberapa pejabat penting Arab Saudi diganti. Pergantian krusial terjadi pada kursi Menteri Minyak Arab Saudi.
Sebelumnya Ali Al-Naimi menguasai posisi ini sejak 1995 lalu, dan kini digantikan Khalid Al-Falih. Investor akhirnya tak bisa melihat arah kebijakan Arab Saudi. "Tetapi ada peluang Arab bersedia membatasi produksi, apalagi anggaran belanja negara tersebut defisit," imbuh Faisyal.
Dugaannya, harga minyak masih berpeluang naik dalam jangka pendek, tetapi mulai terbatas menjelang pertemuan OPEC. Faisyal memperkirakan harga minyak akan bergerak di kisaran US$ 30- US$ 60 per barel hingga akhir tahun ini.
Secara teknikal, Faisyal melihat harga minyak bergerak di atas MA 50, MA100 dan MA200. Indikator MACD berada di area positif 1,947. Namun, indikator stochstic overbought di level 96,31 dan RSI overbought di level 81,4.
Jumat (27/5), Faisyal memprediksi, harga minyak cenderung bergerak sideways di US$ 48-US$ 51,5 per barel dan US$ 46,35-US$ 54 per barel sepekan ke depan. Sedangkan Andri meramal minyak melemah di US$ 49-US$ 50,5 per barel dan kembali menguat sepekan ke depan di US$ 48- US$ 51 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News