Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah kembali membara. Kemarin (27/6), harga minyak jenis light sweet untuk kontrak pengiriman Agustus 2018 di NYMEX mencapai US$ 72,76 per barel. Ini adalah harga tertinggi sejak Desember 2014.
Harga minyak menguat tersulut isu global. Pertama, imbauan Amerika Serikat (AS) kepada negara-negara sekutunya untuk tidak menghentikan impor minyak mentah dari Iran. Ini merupakan bagian dari langkah AS untuk mengisolasi Iran, baik secara politik maupun ekonomi.
AS memberi waktu kepada negara sekutu untuk mulai menghentikan impor minyak dari Iran per 4 November. "Larangan impor minyak dari Iran akan mengganggu rantai permintaan, terutama China dan Jepang yang selama ini jadi pengimpor besar Iran," ujar Deddy Yusuf Siregar, analis Asia Tradepoint Futures, Rabu (27/6).
Menurut catatan Deddy, permintaan minyak China ke Iran mencapai 2 juta barel per hari. Larangan ini akan membuat permintaan minyak dari negara penghasil minyak lain naik. Padahal, saat ini pasokan minyak dunia juga sedang tersendat lantaran gangguan produksi di Libia dan Kanada.
Tak heran, harga minyak melesat. "Ada kekhawatiran, meski negara anggota OPEC menambah produksi, suplai minyak global masih akan tetap kurang," kata Deddy.
Kedua, harga minyak naik pasca American Petroleum Institute merilis data persediaan minyak sektor industri AS tersisa 421,4 juta barel hingga akhir pekan lalu. Persediaan minyak AS turun 9,2 juta barel dibanding pekan sebelumnya.
Selain itu, Baker Hughes juga melaporkan adanya penurunan aktivitas rig AS pada pekan lalu. "Terjadi penurunan jumlah rig menjadi 862," papar Faisyal, analis Monex Investindo Futures Rabu (27/6). Ini merupakan pengurangan rig AS pertama dalam 12 pekan terakhir. Ini memperkuat kekhawatiran turunnya pasokan minyak dunia.
Meski begitu, Deddy menilai harga minyak belum akan menembus US$ 80 per barel tahun ini. Pasalnya, Arab Saudi dan Rusia berpeluang mengerek produksi minyak. Produksi AS juga masih mungkin bertambah.
Tapi tahun depan, terbuka peluang harga minyak mencapai US$ 80 per barel. Ini bisa terjadi seiring kembali pulihnya ekonomi dunia, selesainya proses Brexit dan membaiknya inflasi Eropa. "Permintaan minyak akan kembali tinggi," prediksi Deddy.
Faisyal memprediksi, hari ini harga minyak WTI akan bergerak di kisaran US$ 70-US$ 72,30 per barel, dengan asumsi data simpanan minyak mingguan AS turun. Sementara Deddy memprediksi sepekan ke depan harga minyak akan bergulir di rentang US$ 69,30-US$ 72,30 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News