Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. PT Minna Padi Aset Manajemen menelurkan dua produk reksadana segar di pasar, yakni reksadana saham dan reksadana pendapatan tetap. Keduanya sudah mengoleksi pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 31 Agustus 2016.
Reksadana saham yang bertajuk Minna Padi Astana Saham ini bakal leluasa memarkirkan aset 80% - 100% pada efek ekuitas. Sisanya 0% - 20% berupa instrumen pasar uang semisal deposito perbankan dan obligasi korporasi bertenor kurang dari setahun.
Budi Wihartanto, Direktur Minna Padi Aset Manajemen menuturkan, ada beberapa sektor saham yang diincar untuk produk ini. Pertama, sektor yang berhubungan dengan infrastruktur seperti konstruksi, properti, pelabuhan, tol dan jalan, hingga semen. Fundamental sektor ini terbilang kokoh. Prospeknya juga cukup potensial karena didorong oleh program pembangunan infrastruktur pemerintah.
Kedua, sektor telekomunikasi yang cenderung tahan banting di segala situasi ekonomi. Ketiga, sektor konsumer yang ditunjang pemulihan daya beli masyarakat dan ekonomi domestik. "Kami selektif di sektor konsumer karena ada beragam jenis, dari produsen hingga pengecer (retailer). Pemilihan sektor saham ini bukan harga mati, bisa berubah terus," terangnya.
Untuk tahap awal, perusahaan bakal menjaga porsi saham di level 80%. Ia optimistis di waktu mendatang, Minna Padi Astana Saham dapat meraup imbal hasil (return) mengungguli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Guna mewujudkan target tersebut, perusahaan bakal aktif mengelola portofolio. Selain menerapkan strategi pendekatan top-down yang mencermati fundamental emiten, lanjut Budi, perusahaan juga membuka peluang trading agar dapat menambah cuan di setiap kondisi pasar.
Investor yang berminat mengoleksi reksadana saham ini dapat melakukan pembelian awal minimal Rp 250 ribu. Minimum penjualan juga dipatok Rp 250 ribu. Perusahaan mengutip biaya pembelian maksimal 0,75%, biaya penjualan maksimal 0,75%, biaya pengelolaan maksimum 1% per tahun, serta biaya kustodian maksimum 0,12% per tahun. Minna Padi Astana Saham menggunakan bank kustodian PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Sementara, reksadana pendapatan tetap anyar yang bertajuk Minna Padi Kahuripan Pendapatan Tetap akan bebas mengendapkan dana 80% - 100% pada efek surat utang, baik obligasi pemerintah maupun obligasi korporasi. Sisanya 0% - 20% bakal di instrumen pasar uang.
Untuk tahap awal, Budi menerangkan, perusahaan bakal mengalokasikan 75% - 80% dana pada Surat Berharga Negara (SBN). Maklum, obligasi negara terbilang instrumen bebas risiko alias risk free. "Kami ingin menjaga sifat konservatif dari produk reksadana pendapatan tetap terlebih dahulu. Kami bangun portofolio yang aman untuk investor potensial," terangnya.
Jika dasar produk ini sudah cukup kokoh, barulah perusahaan menggemukkan porsi obligasi korporasi dengan rating minimal idAA hingga idAAA.
Budi belum dapat mengungkapkan tenor SBN dan obligasi korporasi yang akan digenggam. Namun, ia optimistis prospek reksadana pendapatan tetap cukup cerah. Ini seiring tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).
Sejak awal tahun, BI sudah memangkas suku bunga sebanyak lima kali. Pada pertemuan September 2016, BI 7 days reverse repo rate diperkecil 25 bps menjadi 5%.
Ramalan Budi, BI belum akan memangkas suku bunga lagi di sisa tahun 2016. Namun, terbuka peluang penurunan suku bunga BI sebesar 50 bps pada tahun 2017. "Prediksi tersebut dengan asumsi makroekonomi seperti saat ini. Bisa berubah tergantung kondisi internal maupun eksternal," jelasnya.
Investor yang berminat menggenggam Minna Padi Kahuripan Pendapatan Tetap dapat melakukan pembelian awal minimal Rp 250 ribu. Penjualan kembali juga dipatok minimum Rp 250 ribu.
Perusahaan mengutip biaya pembelian maksimal 0,75%, biaya penjualan maksimal 0,75%, biaya pengelolaan maksimal 1% per tahun, serta biaya kustodian maksimum 0,12% per tahun. Minna Padi Kahuripan Pendapatan Tetap menggunakan bank kustodian PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Budi berharap, hingga akhir tahun 2017, kedua reksadana ini dapat membukukan total dana kelolaan Rp 1 triliun. Guna mewujudkan target tersebut, perusahaan gencar menawarkan produk pada investor ritel maupun investor institusi seperti dana pensiun dan asuransi. Perusahaan menawarkan dua miliar unit penyertaan untuk masing-masing reksadana tersebut.
"Kami percaya permintaan ada. Apalagi ada sentimen positif dari kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty)," imbuhnya.
Para wajib pajak berpeluang mengalirkan dana ke produk reksadana karena lebih likuid. Maklum, dana repatriasi wajib mengendap di dalam negeri minimal tiga tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News