kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Minim Katalis Positif, Begini Prospek Emiten Konstruksi dan Infrastruktur Non-BUMN


Rabu, 23 Maret 2022 / 19:10 WIB
Minim Katalis Positif, Begini Prospek Emiten Konstruksi dan Infrastruktur Non-BUMN


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Saham emiten di sektor konstruksi dan infrastruktur tidak bergerak kokoh sejak awal tahun ini. Secara year to date (YTD), saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta di sektor ini kompak berkutat di zona merah.

Pada perdagangan Rabu (23/3) ini, saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,07% ke 6.996,11, sektor infrastruktur turut tergerus 0,63%. Sejumlah emiten swasta memang mampu mencatatkan kenaikan harian, tapi secara YTD masih memerah.\

Pendatang baru PT Sumber Mas Konstruksi Tbk (SMKM) mencatatkan kenaikan harian tinggi, yakni 20 poin atau 9,80% ke Rp 224. Meski begitu, angka itu masih di bawah harga initial public offering (IPO) yang sebesar Rp 264. SMKM baru melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu (9/3) lalu.

Emiten konstruksi swasta lainnya yang hari ini mencatatkan kenaikan adalah PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK). Harga saham DGIK terangkat 13 poin atau 8,72% ke Rp 162. Namun, secara YTD masih minus 17,77%.

Baca Juga: IHSG Terkoreksi, Asing Banyak Melego Saham Ini pada Rabu (23/3)

Selain SMKM dan DGIK, PT Acset Indonusa Tbk (ACST), PT Indonesia Pondasi Raya Tbk (IDPR), PT Jaya Konstruksi Manggala Prata Tbk (JKON), dan PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA) menjadi emiten konstruksi Non-BUMN yang harga sahamnya mengalami kenaikan tipis di hari ini.

Sayangnya, jika dihitung dari awal tahun ini, harga saham emiten-emiten tersebut masih merah. Nasib serupa dialami oleh emiten lainnya, yakni PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL) dan PT Paramita Bangun Sarana Tbk (PBSA). Sedangkan PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOPS) berkutat menjadi saham gocap.

Analis Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei menilai bahwa saat ini emiten konstruksi dan infrastruktur Non-BUMN masih minim katalis positif. Meski ada peluang pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur, namun emiten BUMN lebih berpotensi untuk mendominasi pengerjaan megaproyek tersebut.

Baca Juga: IHSG Turun Tipis ke 6.996 Hingga Tutup Pasar Rabu (23/3)

Begitu juga dengan proyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) seperti di Mandalika baru-baru ini, yang mayoritas digarap oleh emiten konstruksi BUMN. Di sisi lain, kontraktor swasta yang banyak menggarap proyek highrise seperti TOTL, TOPS dan DGIK masih mengalami perlambatan pertumbuhan karena saat ini pengembang cenderung mengerem pembangunan highrise.

Jono pun berharap, ke depannya emiten swasta bisa ikut terpapar sentimen positif dair implementasi program Sovereign Wealth Funds (SWF). Meski, efek dari SWF tersebut tampaknya tidak bisa dinikmati dalam waktu dekat ini. 

"Jika proyek infrastruktur sudah berjalan, maka akan memberi dampak positif untuk pembangunan wilayah di sekitarnya dan diharapkan emiten konstruksi swasta juga dapat berpartisipasi," kata Jono kepada Kontan.co.id, Rabu (23/3).

Di tengah minimnya katalis positif dalam jangka pendek, Jono pun belum memberikan rekomendasi untuk emiten konstruksi swasta. Dia masih menyarankan pelaku pasar untuk wait and see.

Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menambahkan bahwa sebenarnya baik emiten konstruksi BUMN maupun swasta, sama-sama membukukan kinerja yang kurang memuaskan selama pandemi. Sebagai akibat dari banyaknya proyek yang tertunda dan seretnya pembayaran.

Faktor pemberat lainnya, saham emiten konstruksi swasta cenderung kurang likuid dibanding dengan BUMN. Alhasil, minat investor pada saham-saham ini semakin kecil. Tanpa katalis yang kuat, akan sulit menumbuhkan optimisme para investor.

Adapun katalis yang bisa menggerakkan emiten konstruksi swasta adalah bangkitnya ekonomi, sehingga pembangunan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tapi juga oleh swasta. "Katalis positif lain yang bisa menjadi penggerak emiten konstruksi swasta adalah bangkitnya sektor properti di daerah, masih banyak potensi pembangunan di berbagai wilayah," ujar Pandhu.

Menurutnya, potensi sektor konstruksi di luar Jawa terutama di Kalimantan dan Sumatra cukup besar. Terlebih didukung tingginya harga komoditas yang mendongkrak pendapatan daerah tersebut.

Namun untuk mengoleksi saham emiten konstruksi swasta, Pandhu menyarankan agar terlebih dulu menunggu adanya perbaikan kinerja keuangan. "Untuk saat ini kami cenderung wait and see, dan melihat bagaimana para manajemen berusaha dalam kondisi yang belum terlalu kondusif ini," sebut Pandhu.

Sementara itu, Analis Teknikal MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengungkapkan bahwa hingga penutupan hari ini IDX Infra masih menunjukan pelemahan. Namun dari sisi stochastic sudah menyempit dan ada tanda-tanda menguat terbatas lebih dulu. 

Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham dan Proyeksi IHSG dari MNC Sekuritas untuk Rabu (23/3)

Sayangnya, emiten konstruksi non-BUMN masih sulit menemui katalis positif. "Karena saat ini high residential dan mall pertumbuhannya tidak terlalu tinggi dan masyarakat masih melihat ke rumah tapak. Kalau pun menguat, akan relatif terbatas," kata Herditya.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo memandang dengan lebih optimistis. Menurutnya, saham infrastruktur ke depannya masih memiliki potensi untuk mencatatkan kinerja positif, terutama didorong pemulihan sektor properti. 

"Mulai pulihnya sektor properti berpotensi memulihkan sektor infrastruktur, dan khususnya untuk perusahaan non-BUMN yang biasanya lebih menyasar kontrak pada sektor properti," ujar Aziz.

Tetapi Aziz juga masih menyarankan untuk wait and see terlebih dulu baik bagi emiten BUMN maupun swasta, karena belum ada pembalikan arah. Selain itu, investor bisa saja melakukan strategi average down di area support-nya, jika memang memiliki saham konstruksi yang mengalami penurunan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×