Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerbitan obligasi korporasi diperkirakan akan semakin marak pada paruh kedua tahun ini. Prospek ekonomi yang mulai membaik secara bertahap, diiringi dengan tren suku bunga rendah dinilai akan jadi pemicu penerbitan obligasi korporasi pada sisa tahun ini.
Berdasarkan data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), sepanjang kuartal I-2021, setidaknya penerbitan obligasi korporasi sudah mencapai Rp 23,22 triliun. Adapun, per 15 April 2021, Pefindo sudah mengantongi mandat penerbitan surat utang sebesar Rp 45,27 triliun dari 39 perusahaan.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengungkapkan, sepanjang sisa tahun ini, penerbitan obligasi korporasi masih akan marak. Alasannya, dengan tren suku bunga rendah masih akan bertahan hingga akhir tahun, akan dimanfaatkan para emiten untuk menerbitkan obligasi dengan biaya yang lebih rendah.
“Apalagi, memasuki paruh kedua tahun ini, aksi ekspansi para emiten akan mulai kembali berjalan seiring ekonomi yang perlahan sudah mulai bangkit. Guna membiayai ekspansi tersebut, penerbitan obligasi korporasi bisa jadi cara paling optimalkan untuk mendapatkan dana segar,” kata dia kepada Kontan.co.id, Senin (17/5).
Selain itu, Ramdhan juga melihat jatuh temponya beberapa surat utang korporasi pada paruh kedua tahun ini juga akan memicu penerbitan obligasi. Ia menyebut, mengacu dari data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), obligasi jatuh tempo pada semester II-2021 mencapai Rp 67,8 triliun.
Baca Juga: Dana kelolaan industri reksadana akhirnya berhasil naik pada April kemarin
Sementara dari sisi minat, Head of Fixed Income Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf menuturkan, untuk saat ini permintaan dari para investor memang terus mengalami kenaikan, seiring default risk yang sudah mulai berkurang juga.
Dimas bilang, permintaan terhadap obligasi korporasi, khususnya untuk tenor satu tahun datang dari perbankan maupun manajer investasi. Hal ini seiring dengan melimpahnya likuiditas perbankan, serta dana kelolaan reksadana pasar uang yang terus tumbuh, namun bunga deposito justru terus turun. Tak pelak, obligasi korporasi pun jadi pilihan karena menawarkan yield yang lebih menarik.
“Namun, untuk peminat obligasi korporasi dengan tenor tiga tahun maupun lima tahun belum banyak. Tapi, dengan mulai pulihnya aktivitas ekonomi, permintaan terhadap obligasi korporasi tenor menengah dan panjang juga akan ikut mengalami kenaikan,” jelas dia.
Ramdhan menambahkan, investor masih akan tetap memburu obligasi korporasi sebagai salah satu portofolio investasi. Dengan yield surat berharga negara (SBN) yang mulai mengecil, obligasi korporasi pada akhirnya akan jadi pilihan untuk optimalkan imbal hasil. Khususnya, yang memiliki tenor pendek dan punya nama besar.
“Apalagi, pemerintah sedang mewacanakan untuk mengurangi pajak obligasi dari 15% menjadi 10%. Ini akan jadi sweetener bagi para investor yang melirik obligasi korporasi. Dengan potensi minat yang akan naik, tentu penerbit juga diuntungkan sehingga lebih berani menerbitkan surat utang,” imbuh Ramdhan.
Lebih lanjut, terkait outlook dan rating obligasi korporasi pada sisa tahun ini, selama fundamental Indonesia tidak mengalami penurunan berarti, Ramdhan melihat secara umum outlooknya akan sudah stabil dengan rating yang jauh lebih baik dari tahun lalu.
Sementara untuk risiko, salah satunya adalah adanya kenaikan suku bungan. Hanya saja, Ramdhan meyakini, baik di Indonesia maupun global belum akan ada kenaikan tingkat suku bunga acuan. Namun, satu risiko yang patut diwaspadai adalah ancaman pandemi Covid-19 yang belum kunjung usai.
“Bahkan di beberapa negara sudah kembali memberlakukan lockdown seiring kembali melonjaknya kasus positif. Hal ini berpotensi membuat kehati-hatian di pasar meningkat,” ujarnya.
Dalam memilih obligasi korporasi, Dimas menyarankan para investor untuk selalu mempertimbangkan creditworthiness penerbit, track record perusahaan, rating maupun ekspektasi rating apakah ada potensi mengalami pemangkasan di masa yang akan datang.
Baca Juga: Terbitkan saham dan obligasi, Solusi Tunas Pratama (SUPR) membidik dana Rp 22 triliun
Dimas pun meyakini, saat ini sebaiknya investor memilih obligasi korporasi dari penerbit dengan rating minimal A.
“Selain aspek kuantitatif seperti 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition), laporan keuangan, serta guidance perusahaan ke depan, aspek kualitatif tidak kalah penting. Terkadang ada penerbit yang sebenarnya mampu bayar, tapi memanfaatkan kesempatan untuk menunda pembayaran dengan alasan pandemi atau kupon sedang volatile, ini harus dipertimbangkan,” pungkas Dimas.
Selanjutnya: Pema Global Energi kelola 100% hak partisipasi Blok B
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News