Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Investor yang masih bingung untuk memarkir dana mereka, bisa melirik reksadana pendapatan tetap. Sejumlah manajer investasi bakal meluncurkan produk berbasis obligasi tersebut, semester I ini.
PT First State Investments Indonesia (FSI), salah satu yang berencana menerbitkan reksadana pendapatan tetap anyar. "Kami sudah memperoleh pernyataan efektif pada 19 Maret 2015. Setelah semua aspek perpajakan dan administrasi selesai, maka segera kami luncurkan," ujar Eli Djurfanto, Head of Fixed Income FSI, Jakarta.
Eli mengaku memanfaatkan fluktuasi pasar obligasi untuk mencetak return tinggi. Sebab, volatilitas pasar memberikan peluang untuk trading. Rencananya, produk anyar ini akan trading dengan target durasi sekitar 2 hingga 2,5. "Kami akan menambah porsi obligasi setelah mendapatkan dana masuk," ujar Eli.
Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) mencatat, pasar obligasi mengalami tekanan dalam satu bulan terakhir. Rata-rata return obligasi yang ditunjukkan oleh INDOBeX Composite Total Return terkoreksi 1,36% pada periode 27 Februari hingga 27 Maret 2015.
Pada periode tersebut, indeks tertinggi berada pada level 188.953 dan terendah sekitar 181.753. Eli menilai, strategi trading akan menambah keuntungan reksadana. Misalnya, obligasi pemerintah dengan tenor dua tahun hanya memberikan imbal hasil 7%.
Setelah dikutip pajak bunga obligasi di reksadana sebesar 5% dan biaya lainnya sekitar 1,5%, maka investor hanya akan mengantongi keuntungan sekitar 5,5% per tahun. Keuntungan tersebut mempertimbangkan apabila obligasi hanya digenggam hingga jatuh tempo. "Namun dengan trading, kami memperkirakan produk baru ini bisa memberikan return sekitar 7% hingga 7,5% per tahun," ujar Eli.
Reksadana ini akan mengincar obligasi berjangka waktu pendek sebagai aset dasar. Tenor pendek dipilih untuk melengkapi produk FSI sebelumnya yang telah berinvestasi pada obligasi bertenor menengah. "Existing reksadana kami berinvestasi pada tenor menengah dan kami belum memiliki tenor pendek," ujar Eli.
Eli memperkirakan, pasar obligasi masih akan mengalami volatilitas. Penopangnya, banjir likuiditas akibat kebijakan bank sentral Eropa dan Jepang yang akan berdampak pada masuknya dana asing atau capital inflow ke pasar obligasi Indonesia sehingga harga obligasi ikut terangkat.
Namun, di sisi lain, kebijakan normalisasi suku bunga the Fed akan berdampak negatif bagi pasar. "Berbagai faktor eksternal akan saling mempengaruhi tergantung mana yang lebih kuat," ujar Eli.
Dari domestik, faktor tercapainya laju inflasi sesuai target Bank Indonesia (BI), penurunan suku bunga acuan atau BI rate, positifnya pertumbuhan ekonomi serta susutnya current account deficit juga akan menggairahkan pasar obligasi. "Namun, pasar yang volatile justru menyediakan kesempatan untuk meraih return tinggi," ujar Eli.
PT Schroder Investment Manajemen Indonesia juga bakal meluncurkan tiga produk reksadana pendapatan tetap anyar. Presiden Direktur Schroder Investment Manajemen Indonesia Michael T. Tjoajadi mengatakan, dua produk reksadana pendapatan tetap akan diterbitkan secara berturut-turut pada April dan Mei 2015.
Adapun, satu produk lainnya akan diterbitkan pada Juni. "Tiga produk reksadana pendapatan tetap baru tersebut ditargetkan bisa menambah AUM (asset under management) sekitar Rp 1,5 triliun," ujar Michael.
Potensi return 10%
Head of Operation and Business Development Panin Asset Management Rudiyanto memperkirakan, return reksadana pendapatan tetap dapat mencapai 8% hingga 10% tahun ini. Kinerja produk ini akan ditopang oleh BI rate serta inflasi yang semakin rendah. "Setelah terdapat kepastian kebijakan suku bunga The Fed, maka ketidakpastian di pasar obligasi akan hilang dan harganya juga akan naik," ujar Rudiyanto.
Analis Infovesta Utama Viliawati memperkirakan, rata-rata return reksadana pendapatan tetap secara year on year tahun ini bisa berkisar 7% hingga 8%. Reksadana pendapatan tetap tahun ini akan dipengaruhi oleh inflasi yang cenderung melandai serta stabilnya suku bunga.
Meski demikian, kata Vilia, investor perlu mencermati potensi koreksi harga pada obligasi pemerintah pascapenguatan awal tahun ini. "Koreksi tersebut juga akan memberikan sentimen negatif pada reksadana pendapatan tetap," ujar dia.
Untuk mengoptimalkan keuntungan, investor bisa berinvestasi secara berkala dengan tujuan investasi jangka menengah hingga panjang. Di samping itu, investor juga bisa top up setelah pasar obligasi terkoreksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News