Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yield US Treasury terpantau meningkat tinggi di pekan ini. Kebijakan The Fed yang masih berpotensi hawkish disinyalir menjadi pemicu naiknya imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS).
Mengutip Bloomberg Rabu (24/5) pukul 15.00 WIB, yield US Treasury tenor 10 tahun berada di level 3.70%. Pada Selasa (23/5) yield US Treasury 10 tahun bahkan sempat menyentuh level 3.75% yang menjadi level tertinggi sejak Maret 2023.
Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi mengamati bahwa pergerakan imbal hasil obligasi AS tersebut menyusul pernyataan hawkish beberapa pejabat Fed. Dimana, kemungkinan jeda dalam siklus kenaikan suku bunga saat ini masih terus berfluktuasi di kalangan investor.
“Berlanjutnya tren kenaikan yield US Treasury tersebut di tengah masih tingginya ketidakpastian akan arah kebijakan suku bunga Bank Sentral AS,” ucap Reza kepada Kontan.co.id, Selasa (23/5).
Baca Juga: Bank Mandiri Terbitkan Green Bond Tahap I 2023 dengan Target Rp 5 Triliun
Reza berujar, dampak dari kenaikan yield US treasury membuat harga obligasi berdenominasi Rupiah bergerak mendatar (sideways) pada awal pekan ini. Investor tidak terlalu agresif di pasar sekunder di tengah minimnya katalis baru dari eksternal dan domestik.
Kenaikan yield US Treasury diperkirakan dapat membatasi peluang penurunan yield di pasar surat utang negara (SUN) Indonesia. Yield SUN tenor 10 tahun terpantau turun tipis ke level 6,43%.
Menurut Reza, potensi kenaikan yield diperkirakan juga akan lebih terbatas seiring kemungkinan langkah Bank Indonesia (BI) yang nampaknya masih mempertahankan suku bunga acuannya tidak berubah di level 5,75% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pekan ini.
Lelang Sukuk Negara juga akan menjadi fokus perhatian investor. Lelang dengan permintaan yang besar dari investor, maka hal tersebut akan menjadi katalis positif untuk menjaga tren yield yang rendah di pasar obligasi Indonesia.
Sebagai informasi, total penawaran yang masuk pada lelang sukuk Selasa (23/5) tercatat sebesar Rp 54.75 triliun. Dari total penawaran masuk, pemerintah hanya memenangkan Rp 7 triliun atau di bawah target indikatif pemerintah sebesar Rp 9 triliun.
Total penawaran masuk pada lelang sukuk tanggal 23 Mei 2023 lebih tinggi dibandingkan angka penawaran pada lelang sukuk dua pekan lalu yang sebesar Rp 40,72 triliun. Kala itu, nominal yang dimenangkan senilai Rp 9 triliun.
Director & Chief Investment Officer Fixed Income, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula mengamati bahwa kondisi plafon utang AS yang berkelanjutan telah menyebabkan yield US Treasury kembali naik. Di samping, adanya pernyataan beberapa anggota The Fed terkait kemungkinan kenaikan suku bunga.
Baca Juga: Perbankan Rajin Mencari Dana Segar dari Penerbitan Green Bond
Kendati demikian, kondisi makro Indonesia yang suportif, permintaan investor domestik dan jumlah penerbitan surat utang yang makin rendah bisa tetap menjaga posisi imbal hasil obligasi Indonesia. Sehingga, yield obligasi Indonesia tidak ikut terkerek naik.
“Selama kondisi global dan fundamental domestik beserta nilai tukar Rupiah tetap mendukung, maka kami perkirakan pasar obligasi Indonesia akan terus tinggi minatnya, walau selisih yield terus menyempit,” kata Ezra saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (23/5).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News